Rabu 01 Sep 2021 19:30 WIB

Tersangka Kasus Km 50 tak Ditahan, TP3: Melawan Akal Sehat

TP3 enam laskar FPI bahkan menilai, peristiwa berdarah tersebut tengah dipetieskan.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andri Saubani
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. Dua tersangka kasus itu segera menjalani persidangan. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/M Ibnu Chazar
Sejumlah anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. Dua tersangka kasus itu segera menjalani persidangan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Enam Laskar Front Pembela Islam (FPI) menilai tidak ditahannya dua tersangka tersisa kasus dugaan tindak pidana pembunuhan atau unlawful killing Km 50 terhadap sejumlah laskar FPI melawan akal sehat dan menodai Pancasila. TP3 bahkan menilai, peristiwa berdarah tersebut tengah dipetieskan untuk mengamankan para pelaku, terutama atasan dan lembaga.

"Saya kira kalau sudah dinyatakan tersangka otomatis kan ditahan. Ini bukan negara hukum tapi negara yang melakukan pendekatan kekuasaan, disamping mengkhianati Pancasila dan undang-undang dasar juga sangat gamblang melawan akal sehat," tegas Sekretaris TP3 Marwan Batubara, kepada Republika, di Masjid Baiturrahman, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (1/9).

Baca Juga

Menurutnya, harusnya pihak Bareskrim Polri melakukan penahanan terhadap dua pelaku Briptu FR dan Ipda MYO sejak ditetapkan sebagai tersangka kasus unlawful killing. Namun, kenyataannya hingga detik ini para tersangka masih berkeliaran, padahal kasus yang dituduhkan kepada mereka adalah pasal Pasal 338 juncto Pasal 351 ayat 3 KUHP tentang pembunuhan dan penganiayaan yang menyebabkan kematian. Hal itu terjadi, kata Marwan, kasus ini sejak awal direkayasa.

"Dari semula pemerintah ini berkomplot dengan Komnas HAM yang harusnya menyelidiki kasus ini sejak awal, tapi justru berkomplot membuat laporan yang sifatnya hanya pemantauan lalu itu disebut sebagai hasil penyelidikan. Ini juga termasuk kejahatan yang nyata," papar Marwan.

Dengan fakta yang saat ini terjadi, menurut Marwan, masyarakat dipandang bodoh, tidak mengerti apa-apa dan rekayasa itu dianggap sebagai sebuah kebenaran. Bahkan penetapan tersangka yang hanya ditujukan kepada tiga orang anggota Polda Metro Jaya sangatlah lucu dan tidak masuk akal. Apalagi peristiwa KM 50 ini bukanlah kasus insidental yang hanya terjadi di satu tempat.

 

 

"Artinya melibatkan berbagai lembaga menurut kami, sehingga kalau sudah lembaga itu artinya tidak bisa dan akan sangat melawan akal sehat kalau hanya dilimpahkan ketiga orang," keluh Marwan.

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum pada Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejakgung) Leonard Ebenezer Simanjuntak mengatakan, dua tersangka dalam perkara unlawful killing tidak ditahan. Berkas perkara dua tersangka telah dilimpihkan ke pengadilan dan tinggal menunggu jadwal persidangan.

Menurut Ebenezer, salah satu alasan kedua tersangka tidak ditahan yaitu karena mereka masih berstatus sebagai anggota Polri aktif. Kemudian keduanya juga mendapatkan jaminan dari atasannya bahwa tersangka tidak akan melarikan diri dan akan kooperatif dalam persidangan nanti.

"Terhadap para tersangka (Briptu FR, dan Ipda MYO) tidak dilakukan penahanan karena pertimbangan obyektif. Antara lain, para tersangka masih sebagai anggota Polri aktif, dan mendapat jaminan dari atasannya untuk tidak melarikan diri,” jelas Ebenezer.

photo
Infografis FPI Terus Diburu - (republika/mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement