Sabtu 28 Aug 2021 12:19 WIB

Masika ICMI Minta Wacana Amandemen UUD 1945 Dihentikan

Masika ICMI menilai yang dibutuhkan rakyat adalah bantuan untuk perekonomian mereka.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Bayu Hermawan
Ismail Rumadan
Foto: Mahmud Muhyidin/Republika
Ismail Rumadan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Majelis Sinerge Kalam-Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (Masika ICMI), Ismail Rumadan, meminta MPR dan DPR menghentikan wacana amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Menurutnya, yang saat ini dibutuhkan rakyat adalah perhatian untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka.

"Wacana amandemen Undang-undang Dasar 1945 waktunya belum tepat saat ini. Sebaiknya MPR dan DPR fokus kawal pemulihan kesehatan dan ekonomi masyarakat yang terdampak akibad Covid-19," kata Ismail Rumadan dalam keterangan tertulisnya yang didapat Republika.co.id, Sabtu (28/8).

Baca Juga

Menurut Ismail, saat ini rakyat sedang membutuhkan perhatian pemerintah terutama untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Terlebih setelah berbagai kebijakan pembatasan aktivitas yang dikeluarkan pemerintah.

"Hari ini rakyat butuh makan, rakyat tidak paham soal Amandemen UUD 1945. Karena amandemen UUD 1945 hanya keinginan elite, bukan keinginan rakyat," ujarnya.

Ismail menyebut jika DPR dan MPR ingin melakukan amandemen UUD 1945, harusnya bertanya kepada rakyat bukan presiden. Sebab, sejatinya mereka adalah wakil rakyat di parlemen.

MPR merupakan singkatan dari Majelis Permusyawaratan Rakyat, bukan Majelis Permusyawaratan Presiden. Ia merasa parlu dipertanyakan apa urgensi mengamandemen UUD 1945, di tengah kelaparan rakyat akibat pandemi Covid-19.

Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan keputusan akhir apakah perlu dilakukan amandemen terbatas UUD 1945 untuk mengembalikan kewenangan MPR menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), tergantung pada dinamika politik dan para pimpinan partai politik untuk mengambil keputusan.

"Apakah akan dilakukan amandemen terbatas, ini tergantung dinamika politik dan stakeholder di gedung parlemen ini yaitu pimpinan partai politik, lalu para cendikiawan, akademisi, dan praktisi yang dapat mewujudkan itu semua," kata Bamsoet.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement