REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) memastikan eksekusi pengganti kerugian negara dalam kasus korupsi, dan pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Jiwasraya, sesuai dengan angka kerugian negara. Yakni senilai Rp 16,8 triliun.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Supardi mengatakan, putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA), Selasa (24/8), bukan hanya memberikan kewenangan bagi jaksa eksekutor untuk menjebloskan enam terdakwa ke penjara. Namun, kejaksaan juga memastikan eksekusi pidana pengganti, berupa denda, sesuai dengan angka kerugian negara.
“Pastilah. Kita harus memastikan, (eksekusi aset) harus sesuai (dengan kerugian negara). Tetapi, sampai titik ini, kita pemberitahuannya belum ada, aset-aset mana yang diputuskan (pengadilan) untuk pengganti kerugian negara, dan aset-aset mana yang dikembalikan,” tutur Supardi, saat ditemui di gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejakgung, Jakarta, Kamis (26/8).
Selasa (24/8), MA memutuskan untuk menolak seluruh kasasi ajuan enam terdakwa dalam kasus Jiwasraya. Hakim agung, dalam kasasinya, menguatkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Dari enam, dua terdakwa, tetap dihukum penjara seumur hidup. Yakni, Benny Tjokrosaputro, dan Heru Hidayat.
Dua bos di perusahaan Hanson Internasional (MYRX), dan PT Trada Alam Minera (TRAM) itu, sejak dari persidangan tingkat pertama, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) sudah divonis bersalah dan dihukum penjara seumur hidup. MA, juga menguatkan putusan pengadilan sebelumnya, yang mewajibkan Benny, dan Heru membayar pidana pengganti kerugian negara senilai total Rp 16,8 triliun.
Benny, dalam putusan diharuskan membayar kerugian negara senilai Rp 6,5 triliun. Sedangkan Heru senilai Rp 10,7 triliun. Satu terdakwa swasta lainnya, Joko Hartono Tirto. Direktur PT Maxima Integra itu, di PN Tipikor sebetulnya juga divonis penjara seumur hidup. Di tingkat banding, ia ‘selamat’ dengan hukuman 18 tahun penjara. Akan tetapi, dalam putusan kasasi, MA menggenapkan hukumannya menjadi 20 tahun penjara, dan denda Rp 1 miliar.
Para terdakwa dari jajaran direksi Jiwasraya, yakni Hendrisman Rahim, MA menolak kasasinya, dengan menguatkan putusan PT DKI Jakarta. Mantan direktur utama Jiwasraya itu, tetap dihukum 20 tahun penjara. Padahal di PN Tipikor, ia dihukum penjara seumur hidup. Begitu juga terdakwa Hary Prasetyo. MA menolak kasasi mantan direktur keuangan Jiwasraya itu, dengan menguatkan putusan PT DKI Jakarta yang menghukumnya 20 tahun penjara. Semula PN Tipikor, juga menghukumnya penjara seumur hidup.
Terakhir terdakwa Syahmirwan yang di PN Tipikor juga mendapatkan vonis hukuman penjara seumur hidup, dan dikurangi menjadi 18 tahun penjara oleh PT DKI Jakarta. Namun MA, juga menolak kasasi mantan kepala divisi investasi Jiwasraya itu dengan menguatkan putusan pengadilan tingkat banding.
“Nomor putusan PT:5/Pid.sus-TPK/2021/PT.DKI, atas terdakwa Syahmirwan, amar putusannya (kasasi), tolak,” kata Andi kepada Republika.co.id, dari Jakarta, Rabu (25/8). Putusan kasasi tersebut, memastikan kasus korupsi, TPPU di Jiwasraya, inkrah dan berkekuatan hukum tetap.