Rabu 25 Aug 2021 14:10 WIB

Baleg: RUU PKS Perlu Atur Upaya Cegah Kekerasan Seksual

‘Saya khawatir negara tidak mampu kalau semua persoalan bicara hukum.’

Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) perlu mengatur upaya preventif sebagai langkah pencegahan tindak kekerasan seksual. (Foto: Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas)
Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) perlu mengatur upaya preventif sebagai langkah pencegahan tindak kekerasan seksual. (Foto: Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas menilai Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) perlu mengatur upaya preventif sebagai langkah pencegahan tindak kekerasan seksual. Dia menilai jika RUU PKS hanya fokus atau membebankan pada negara terkait upaya perlindungan dan tindakan penegakan hukum kepada negara, implementasi aturan tersebut tidak akan berjalan maksimal.

"Ke depan saya berharap urgensi RUU PKS ini bisa akomodir untuk upaya preventif (pencegahan terjadinya kekerasan seksual)," kata Supratman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg dengan Aliansi Pekerja/Buruh Garmen Alas Kaki dan Tekstil Indonesia (APBGATI) terkait RUU PKS di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (25/8).

Baca Juga

Supratman mengaku setuju negara dibebani tanggung jawab memberikan perlindungan terhadap warga negara, terutama bagi perempuan dari tindak kekerasan seksual. Namun, menurut dia, perlindungan itu dalam kondisi sudah terjadi kekerasan sehingga dibutuhkan upaya preventif atau pencegahan terjadinya kekerasan seksual tersebut.

"Saya khawatir negara tidak mampu kalau semua persoalan di republik ini bicara perlindungan dan tindakan penegakan hukum. Karena kasus pidana di Indonesia sangat banyak, sedangkan jumlah aparat penegak hukum terbatas," ujarnya.

Dia menegaskan perlindungan melalui upaya preventif tersebut lebih baik dititikberatkan pada peran keluarga untuk mengedukasi sebelum terjadinya tindak kekerasan seksual. Menurut dia, apabila peran keluarga tidak dilibatkan maka upaya pencegahan tindak kekerasan seksual akan berjalan sia-sia.

"Karena segala perilaku dan tindakan seorang akan ditentukan bagaiamana keluarganya berperan mengedukasi dan menciptakan pemahaman terkait hak serta kewajiban untuk melindungi hak perempuan," katanya.

Dalam RDPU tersebut, perwakilan APBGATI Ary Joko mengatakan pihaknya mendukung DPR dan pemerintah segera menyelesaikan pembahasan RUU PKS. Dia menjelaskan RUU tersebut sangat diperlukan sebagai upaya perlindungan terhadap keselamatan para pekerja khususnya perempuan dari kekerasan seksual di tempat kerja.

"Para pekerja di sektor industri tekstil dan garmen sebanyak 90 persen adalah perempuan sehingga agar tidak terjadi 'bom waktu' terjadinya pelanggaran maka kami mendorong DPR dan pemerintah mengesahkan RUU PKS sebagai payung hukum perlindungan bagi pekerja," ujarnya.

Menurut dia, RUU PKS diharapkan dapat menjadi payung hukum yang memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi para pekerja sebagai bentuk proteksi sehingga bisa bekerja dengan tenang tanpa khawatir terjadi tindak kekerasan seksual di tempat kerja. Dia berharap RUU PKS selain memberikan kepastian hukum, diharapkan memberikan sanksi pidana yang bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak kekerasan seksual.

"Kami berharap RUU ini juga memberikan pembinaan dan pendampingan bagi para korban kekerasan seksual sehingga diharapkan pemerintah menyiapkan tempat rehabilitasi untuk memulihkan kondisi mental korban," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement