REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) memutuskan mengajukan ulang dakwaan 13 korporasi kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya, ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta. Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kajari Jakpus), Bima Suprayoga, mengatakan pendakwaan kembali para manajer investasi (MI) terkait kasus kerugian negara Rp 16,8 triliun tersebut akan dilakukan dengan memisah dakwaan menjadi 13 berkas sesuai putusan sela majelis hakim.
"Kami (kejaksaan) melimpahkan kembali hari ini (20/8) ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi di Jakarta Pusat. Pelimpahan dilakukan masing-masing terhadap 13 terdakwa, menjadi 13 berkas surat dakwaan," ujar Bima dalam konfrensi pers daring, Jumat (20/8).
Bima menjelaskan, pelimpahan dakwaan ulang tersebut, dilakukan demi mempercepat penyelesaian perkara kasus tersebut. "Kami melimpahkan kembali, sebagai upaya kami, dan komitmen kami untuk menyelesaikan perkara ini," katanya.
Pada Senin (16/8) majelis hakim PN Tipikor Jakarta, menerima keberatan dari 13 terdakwa korporasi, atas dakwaan dari JPU. Ketua majelis hakim IG Eko Purwanto, dalam putusan sela menyatakan, pembatalan dakwaan oleh JPU terhadap 13 terdakwa, perusahaan MI tersebut.
"Mengadili, menerima keberatan, atau eksepsi para terdakwa, tentang penggabungan berkas perkara terdakwa 1,6,7,9,10, dan 12. Menyatakan surat dakwaan batal demi hukum," begitu kata hakim Eko Purwanto.
Pembatalan dakwaan tersebut, sebetulnya tak menyangkut materi pokok perkara. Melainkan, hanya terkait teknis penulisan dakwaan. Akan tetapi, majelis hakim dalam putusan sela memerintahkan persidangan kasus tersebut tak berlanjut ke pokok perkara.
"Memerintahkan perkara a quo tidak diperiksa lebih lanjut," ucap hakim Eko Purwanto.
Dalam pertimbangan putusan sela itu, majelis hakim mengatakan, dakwaan JPU, tak memenuhi syarat peradilan dalam Pasal 141 huruf c Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal tersebut, mengharuskan peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Namun menurut majelis pengadil, dakwaan JPU, menghambat keharusan tersebut dengan menggabungkan tuduhan kepada 13 terdakwa ke dalam satu surat dakwaan. Padahal, menurut majelis hakim, peran dari 13 terdakwa tersebut, tidak saling berhubungan dalam melakukan perbuatan yang dituduhkan.
Majelis hakim mengaku, akan sulit menilai perbuatan masing-masing terdakwa jika JPU menggabungkan materi tuduhan ke dalam satu dakwaan. "Menimbang keadaan tersebut, menurut majelis hakim, justeru akan semakin rumit bagi majelis hakim untuk memeriksa perkara, terlebih karena tindak pidana terdakwa masing-masing dalam perkara a quo tidak ada sangkut paut, dan hubungan satu sama lain," begitu kata hakim Eko Purwanto.
Dalam perkara 13 MI ini, korporasi pengelola dana investasi tersebut, dituduh terlibat dalam korupsi, dan penyimpangan keuangan di Jiwasraya. Perusahaan-perusahaan MI tersebut, di antaranya; PT Danawhibawa Manajemen Investasi, atau PT PAN Arcadia Capital (DMI atau PAC), PT Oso Managemen Investasi (OMI), PT Pinaccle Persada Investama (PPI), PT Millenium Dana Tama, atau PT Millenium Capital Manajemen (MD atau MCM), PT Prospera Asset Management (PAM), PT MNC Asset Management (MNAM), PT Maybank Asset Management (MyAM), PT GAP Capital (GAP), PT Jasa Capital Asset Management (JCAM), PT Pool Advista Management (PAAM), PT Corfina Capital (CC), PT Treasure Fund Investama (TFI), PT Sinar Mas Asset Management (SAM).
Para terdakwa korporasi tersebut, dikatakan ambil bagian dalam mengelola Rp 12,15 triliun dana investasi saham, reksa dana, dan medium term notes (MTN) milik Jiwasraya. Pengelolaan investasi tersebut, menguntungkan pihak-pihak lain yang membuat negara merugi Rp 16,8 triliun.
Pihak-pihak lain yang diuntungkan terkait kasus ini, sebelumnya sudah divonis bersalah. Mereka antara lain, Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, Joko Hartono Tirto. Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan.
Nama-nama tersebut, dihukum penjara seumur hidup. Sedangkan yang lainnya, yakni Fakhri Hilmi, dan Piter Rasiman, masing-masing dihukum 6, dan 20 tahun penjara.