Kamis 19 Aug 2021 14:21 WIB

Amendemen UUD 1945 yang Seperti Membuka Kotak Pandora

Wacana amendemen UUD 1945 diduga merupakan ide sekelompok elite.

Ketua MPR Bambang Soesatyo kembali menyinggung soal rencana perubahan UUD 1945 secara terbatas di acara peringatan Hari Konstitusi sekaligus perayaan HUT MPR RI ke-76, Rabu (18/8).
Foto:

Ketua Fraksi Golkar MPR Idris Laena menilai, amandemen UUD 1945 yang diusulkan Ketua MPR yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo belumlah mendesak dilakukan. "Soal amandemen ini belum mendesak dan Sikap dari Partai Golkar soal amandemen ini sudah jelas sebagai bagian sikap partai, yang sudah tertuang dalam rekomendasi MPR periode sebelumnnya," ujar Idris lewat keterangan tertulisnya yang diterima.

Adapun hal yang terkait dengan dasar hukum Pokok-pokoh Haluan Negara (PPHN), Fraksi Partai Golkar menilai hal tersebut cukup dengan undang-undang. Mengingat pembahasan itu dilakukan dalam situasi pandemi Covid 19, yang berdampak ke masyarakat.

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, kembali menyinggung soal rencana perubahan UUD 1945 secara terbatas di acara peringatan Hari Konstitusi sekaligus perayaan HUT MPR RI ke-76, Rabu (18/8). Dalam pidatonya Bamsoet mengatakan, perubahan UUD bukanlah sesuatu hal yang tabu.

"UUD memang bukanlah kitab suci, karenanya tak boleh dianggap tabu jika ada kehendak melakukan penyempurnaan. Secara alamiah konstitusi akan terus berkembang sesuai dinamika masyarakat," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (18/8).

Bamsoet menceritakan di masa sebelum reformasi UUD sangat dimuliakan secara berlebihan. Pemuliaan itu terlihat dari tekad MPR untuk melaksanakan secara murni dan konsekuen dan tidak berkehendak melakukan perubahan.

Namun seiring datangnya era reformasi pada pertengahan 1998, muncul arus besar aspirasi masyarakat yang menuntut perubahan UUD. MPR segera menyikapinya dengan mencabut TAP MPR 4/MPR 1983 tentang Referendum.

"Pencabutan TAP MPR itu memuluskan jalan bagi MPR hasil pemilu 1999 untuk menindaklanjuti tuntutan masyarakat yang menghendaki perubahan dasar. Demikian responsifnya MPR pada saat itu dalam menyikapi arus besar aspirasi masyarakat," ujarnya.

Bamsoet mengatakan respons yang sama saat ini sedang ditunggu masyarakat, yaitu menghadirkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Menurutnya PPHN dibutuhkan sebagai pengarah bangsa ke depan.

"Sehingga Indonesia tidak seperti orang yang menari Poco-Poco. Maju dua langkah mundur tiga langkah. Ada arah yang jelas kemana bangsa ini akan dibawa pemimpin kita dalam 20, 30, atau 50 tahun ke depan," ucap mantan ketua DPR tersebut.

Wakil Ketua MPR RI Arsul Sani mengatakan, paling lambat pada pertengahan 2022 harus ada kejelasan terkait rencana amandemen tersebut. "Paling lambat 2022 pertengahan hemat saya itu harus jelas jadi atau tidak jadi (amandemen terbatas)," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Rabu (18/8).

Sebab menurutnya mengacu pada tahun 2024 terdapat dua agenda penting, yaitu pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden  (pilpres).

Bamoset mengatakan bahwa MPR sudah memiliki rencana waktu terkait kapan amandemen terbatas dilakukan. Namun dirinya tidak menjelaskan secara detail kapan waktunya.

"Ada, berdasarkan rapat kami dengan badan pengkajian dan pimpinan ada timetable-nya," ujarnya.

Bamsoet menjelaskan, mekanismenya telah diatur sesuai pasal 37 UUD 1945 yaitu perubahan pasal-pasal baru dapat diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota. Tidak hanya itu pengambilan keputusannya melalui forum sidang paripurna yang harus dihadiri sekurang-kurangnya dua pertiga.

"Jadi kalau ada satu partai saja yang tidak hadir, boikot misalnya, tidak setuju, itu dihitung nanti. Kurang satu aja tidak bisa dilanjutkan. Itulah karena MPR adalah rumah kebangsaan, cermin daripada kedaulatan rakyat, maka satu suara saja bisa menggagalkan atau tidak meneruskan pembahasan amandemen terbatas," jelasnya.

photo
10 Besar Elektabilitas Tokoh Berdasarkan Survei Charta Politika - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement