Selasa 17 Aug 2021 06:40 WIB

Komnas HAM: Ada Pengaburan Kebenaran Dalam TWK KPK

Komnas HAM menemukan penggunaan kop BKN oleh pihak lain dalam TWK KPK.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus raharjo
Komnas HAM RI menyampaikan Laporan Tim Penyelidikan Komnas HAM RI atas Dugaan Pelanggaran HAM dalam  Alih Status Pegawai KPK melalui Asesmen TWK yang berlangsung secara daring pada Senin (16/8). Turut hadir dalam Konfrensi Pers  Ketua Tim Penyelidikan Komnas HAM RI M. Choirul Anam, Komisioner Beka Ulung Hapsara, Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik, Wakil Eksternal Amiruddin dan  Wakil Ketua Internal Munafrizal Manan (kiri ke kanan, red).
Foto: dok. Komnas HAM
Komnas HAM RI menyampaikan Laporan Tim Penyelidikan Komnas HAM RI atas Dugaan Pelanggaran HAM dalam  Alih Status Pegawai KPK melalui Asesmen TWK yang berlangsung secara daring pada Senin (16/8). Turut hadir dalam Konfrensi Pers Ketua Tim Penyelidikan Komnas HAM RI M. Choirul Anam, Komisioner Beka Ulung Hapsara, Ketua Komnas HAM RI Ahmad Taufan Damanik, Wakil Eksternal Amiruddin dan Wakil Ketua Internal Munafrizal Manan (kiri ke kanan, red).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut ada upaya pengaburan kebenaran yang terjadi dalam proses Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Temuan ini disampaikan karena adanya penggunaan kop surat Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam pelaksanaan tes esai dalam rangkaian asesmen sebagai syarat alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Fakta penggunaan kop BKN untuk tes esai atau Daftar Isian Pribadi (DIP) tersebut terungkap dan tak terbantahkan serta diyakini sebagai sebuah fakta," kata Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam dalam konferensi pers secara daring, Senin (16/8) kemarin.

Anam menuturkan, fakta tersebut awalnya sulit untuk didapatkan mengingat ada pihak yang kerap mengubah keterangannya sehingga ada ketidaksesuaian. Namun, Komnas HAM memastikan penggunaan kop surat tersebut benar terjadi dan disimpulkan sebagai tindakan mengaburkan kebenaran.

"Karena seolah-olah dibuat oleh BKN dengan tujuan dan kepentingan tertentu yang tidak sesuai dengan proses lazimnya suatu asesmen bagi pegawai ASN atau calon ASN. Padahal asesmen merupakan kegiatan formal yang memiliki legitimasi hukum yang jelas, tepat, dan kuat," tegas Anam.

Hal ini berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Dinas Psikologi TNI AD. Dalam proses TWK itu, sambung Anam, mereka secara tepat menggunakan tools IMB 68, menggunakan kop surat lembaganya sendiri, dan memperkenalkan asal instansi mereka.

Lebih lanjut, Anam juga menyinggung perihal pelaksanaan tindakan terselubung dan ilegal berupa profiling lapangan yang hanya ditujukan bagi pegawai tertentu. Padahal, proses tersebut tidak digunakan dalam asesmen ini, bahkan ada penegasan bila hal tersebut benar terjadi maka itu adalah ilegal juga hasilnya.

"Hal ini kemudian menjadi persoalan serius karena adanya keterlibatan sejumlah pihak dalam proses tersebut," kata Anam.

Sehingga, melihat temuan yang ada, Komnas HAM menilai TWK yang dilaksanakan sebagai proses alih status kepegawaian tidak memenuhi tujuannya karena tidak memiliki kepastian hukum, tidak berkeadilan, dan tidak memiliki manfaat terhadap pegawai KPK. "Khususnya (pegawai) yang tidak memenuhi syarat (TMS). Selain itu penyelenggaraan maupun penyelenggara dalam proses asesmen tersebut pun tidak memenuhi prinsip profesionalitas, transparansi, dan akuntabilitas," tegas Anam.

"Sehingga, patut diduga proses tersebut dilakukan secara sewenang-wenang, tidak sesuai dengan peraturan perundangan, bahkan terdapat unsur kesengajaan yang terencana dalam penyelenggaraannya maupun pascapenyelenggaraannya," tambahnya.

Komnas HAM menyatakan ada 11 pelanggaran HAM dalam pelaksanaan Asesmen TWK pegawai KPK. Sebelas bentuk hak yang dilanggar tersebut adalah hak atas keadilan dan kepastian hukum; hak perempuan; hak untuk tidak diskriminasil hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan; hak atas pekerjaan; dan hak atas rasa aman.

Berikutnya hak yang dilanggar adalah hak atas informasi; hak atas privasi; hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat; hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan; dan hak atas kebebasan berpendapat.

Adapun laporan akhir ini dibuat setelah Komnas HAM mendapatkan aduan dari pegawai KPK yang dinyatakan gagal dalam proses Asesmen TWK. Dalam prosesnya, terdapat 23 orang pegawai komisi antirasuah yang dimintai keterangan baik yang lolos maupun tak lolos.

Selain itu, Komnas HAM juga meminta keterangan dari pihak lain termasuk Pimpinan KPK yang diwakili Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Tak hanya itu, KPK juga mendalami barang bukti yang diterima berupa dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan asesmen TWK sebagai syarat alih status kepegawaian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement