Jumat 13 Aug 2021 23:45 WIB

Temuan Ombudsman Soal Pegawai KPK, Ini Catatan Akademisi

KPK didorong menjadi organisasi yang matang dengan dukungan publik

KPK didorong menjadi organisasi yang matang dengan dukungan publik. Gedung KPK (ilustrasi)
Foto: ROL/Fakhtar Khairon Lubis
KPK didorong menjadi organisasi yang matang dengan dukungan publik. Gedung KPK (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Hasil temuan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) terkait adanya maladministrasi dalam proses peralihan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai melanggar wewenang lembaga. 

Menurut guru besar hukum Pidana Universitas Padjadjaran, Prof Romli Atmasasmita, perlu adanya teguran bagi ORI karena telah melakukan tindakan melampaui wewenang.

Baca Juga

Prof Romli yang merupakan inisiator KPK pun menyarankan sebaiknya rekomendasi dari Ombudsman tidak perlu diikuti.

Dalam rekomendasi itu, ORI menyarankan Presiden Joko Widodo untuk membina Ketua KPK, Kepala BKN, Kepala LAN, MenkumHAM, dan MenPANRB selaku pelaksana asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). 

Bahkan Ombudsman juga meminta Jokowi mengambil alih kewenangan yang didelegasikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) KPK terkait alih status 75 pegawai menjadi ASN.

"Ombudsman RI tidak ada kewenangan, maka tidak ada gunanya harus diikuti rekomendasinya. Karena legal standingnya pun tidak ada," kritik Prof Romli dalam diskusi publik bertajuk 'Membedah Dinamika KPK; Perspektif Hukum dan Ketatanegaraan' yang diselenggarakan Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK), Jumat (13/8).

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pun keberatan atas tiga hasil temuan pemeriksaan yang dilakukan Ombudsman RI. Tindakan yang dilakukan ORI, ditegaskan Ghufron, sesungguhnya telah melanggar konstitusi. 

Dia menjelaskan pokok perkara yang diperiksa Ombudsman RI merupakan pengujian keabsahan formil pembentukan Perkom KPK nomor 1 tahun 2020 yang merupakan kompetensi absolute Mahkamah Agung (MA) yang sedang dalam proses pemeriksaan.

"Keberatan kami adalah, mengenai temuan ORI yang menyebutkan ada penyelewangan prosedur, menurut KPK itu adalah pengujian keabsahan formil. Ini adalah wilayah Mahkamah Agung, jika ini dibiarkan artinya KPK sama dengan membiarkan pelanggaran terhadap konstitusi," terang Ghufron.

Menyinggung pelaksanaan asesmen TWK, Ghufron menegaskan tindakan korektif yang direkomendasikan Ombudsman RI tidak memiliki hubungan sebab akibat bahkan bertentangan dengan kesimpulan dan temuan LHAP. 

Ghufron pun menceritakan kronologis pelaksanaan TWK KPK yang melibatkan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement