Jumat 30 Jul 2021 22:52 WIB

Guru Besar FISIP UI: Statuta UI 2021 tidak Dapat Dijalankan

Guru Besar FISIP UI mengatakan ada ketidaktelitian dalam menyusun Statuta 2021.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Bayu Hermawan
Universitas Indonesia (UI)
Foto: Humas UI
Universitas Indonesia (UI)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI), Sudarsono, mengatakan ketidaktelitian dalam penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) 75 Tahun 2021 membuat statuta Universitas Indonesia (UI) tidak dapat dilaksanakan. Selain materi pengaturannya yang menimbulkan banyak kontroversi, juga sejatinya UI tidak memberikan contoh bagaimana mengelola universitas sesuai Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).

"Statuta UI berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) 75 Tahun 2021 tidak dapat dijalankan, bukan karena keberatan dari siapapun, juga bukan karena penundaan oleh Pemerintah. Statuta UI sulit dilaksanakan justru oleh karena PP 75 Tahun 2021 itu sendiri," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (30/7).

Baca Juga

Sudarsono menjelaskan, pengaturan pada Pasal 87 ayat (2) yaitu UI wajib menyesuaikan struktur, penamaan, jumlah dan fungsi unit organisasi sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku. 

Menurutnya, pasal ini sangat bagus karena memberikan kesempatan yang cukup waktu selama setahun bagi warga UI khususnya empat organ yaitu Rektor, MWA, SA dan DGB untuk melakukan penyesuaian dalam banyak sekali aspek. Ia menambahkan realisasi perintah ayat (2) itu akan menghadapi batu sandungan akibat pengaturan pada Pasal 87 ayat (3) yaitu penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan rektor. 

Lalu, seharusnya produk hukum untuk melaksanakan perintah pasal 87 ayat (2) itu bukan berupa keputusan rektor melainkan peraturan rektor. Dalam Undang-Undang (UU) 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Keputusan merupakan ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh pejabat pemerintahan dalam menyelenggarakan pemerintahan. 

"Produk hukum keputusan harus mengandung substansi yang konkrit, individual, sekali terjadi (einmalig) dan final. Oleh karena itu, keputusan sifatnya beschikking bukan regelling," katanya.

Sudarsono menegaskan, pelaksanaan Pasal 87 ayat (2) itu bukanlah termasuk dalam kriteria tindakan pejabat berwenang dalam kategori Keputusan. Artinya, produk hukum yang tepat haruslah peraturan bukan keputusan. Hal ini sesungguhnya juga sudah difasilitasi oleh Pasal 59 ayat (2) PP 75/2021 yang mengatur adanya empat bentuk peraturan internal UI, yaitu peraturan MWA, Rektor, SA dan DGB.

Persoalannya, kata dia, apabila dalam satu tahun ke depan ini Rektor UI akan menetapkan struktur organisasi UI untuk menyesuaikan dengan ketentuan dalam PP 75/2021 maka harus dibuat Keputusan Rektor. Pastilah Keputusan ini dengan sangat mudah akan digugurkan oleh PTUN. 

"Tanpa digugurkan oleh pengadilan pun, keputusan ini merupakan contoh nyata penyelenggaraan administrasi pemerintahan yang tidak berdasarkan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Sebaliknya, bila struktur organisasi UI kelak ditetapkan dengan Peraturan Rektor, maka sudah jelas Rektor UI akan melanggar perintah PP 75/2021 itu sendiri. Jadi, serba salah," katanya.

Diketahui, Sudarsono sempat menjadi  pengampu mata kuliah Sosiologi Organisasi dan Birokrasi Digital FISIP UI, juga pernah menjabat Dirjen Otonomi Daerah dan Dirjen Kesbangpol Kemendagri serta terakhir Sekjen DPD RI.  

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement