Rabu 28 Jul 2021 17:52 WIB

Menimbang Perlunya Vaksin Dosis Ketiga di Tanah Air

Vaksin bukan satu-satunya jalan menanggulangi wabah Covid-19.

Tenaga kesehatan melayani pendaftaran vaksinasi pelaku wisata di kawasan wisata Hutan Pinus Mangunan, Bantul Yogyakarta, Rabu (28/7). Sebanyak dua ribu pelaku wisata menjadi target vaksinasi massal Covid-19 oleh Pemerintah Kabupaten Bantul. Pada vaksinasi massal kali ini menggunakan vaksin Sinovac.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Tenaga kesehatan melayani pendaftaran vaksinasi pelaku wisata di kawasan wisata Hutan Pinus Mangunan, Bantul Yogyakarta, Rabu (28/7). Sebanyak dua ribu pelaku wisata menjadi target vaksinasi massal Covid-19 oleh Pemerintah Kabupaten Bantul. Pada vaksinasi massal kali ini menggunakan vaksin Sinovac.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Rizky Jaramaya

Sebuah penelitian di China menemukan vaksin Covid-19 dosis ketiga bisa meningkatkan antibodi lebih tinggi. Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) menilai kekebalan seseorang usai mendapatkan vaksin dosis lengkap memang bisa menurun. Pemberian dosis ketiga vaksin pun sangat dimungkinkan.

Baca Juga

Ketua Umum PAEI, Hariadi Wibisono, menjelaskan, kekebalan seseorang bisa menurun sejalan dengan waktu dan jenis vaksin termasuk dosis yang diterima. "Kondisi kekebalan tubuh menurun sehingga tidak cukup untuk melindungi, maka yang bersangkutan memerlukan booster berupa dosis ketiga," katanya, saat dihubungi Republika, Rabu (28/7).

Terpisah, Kepala Bidang Pengembangan Profesi PAEI, Masdalina Pane, menambahkan, masyarakat yang sudah mendapatkan vaksin dosis lengkap juga bisa mendapatkan vaksinasi kembali yang ketiga kalinya. "Namun, tidak ada vaksin untuk mengendalikan wabah karena vaksin itu hanya untuk melindungi, bukan untuk mengendalikan wabah," ujarnya.

Apalagi, dia melanjutkan, Indonesia bukan negara kaya. Indonesia juga masih negara pengimpor vaksin.

Kalaupun ada pemberian dosis ketiga, PAEI menganjurkan pemerintah prioritaskan kelompok yang paling membutuhkan. Misalnya tenaga kesehatan.

Nakes perlu suntikan dosis ketiga karena memiliki risiko tinggi yaitu setiap hari ketemu dengan orang sakit yang tidak diketahui sakitnya Covid-19 atau tidak. Karena itu risikonya jadi besar ketika ditambah dengan kematian nakes yang terinfeksi virus dalam jumlah cukup banyak.

"Kalau mereka terinfeksi, sumber daya kita untuk penanganan dan pengendalian seperti sekarang terus menurun. Kalau nakes terinfeksi, mereka juga harus isolasi juga dong," katanya.

Ia meminta pemerintah memprioritaskan membuat vaksin buatan dalam negeri yaitu Merah Putih. PAEI berharap vaksin ini sudah diproduksi dalam jumlah massal tahun depan sehingga tidak perlu lagi impor vaksin.

Masdalina menyontohkan negara lain seperti Cina dalam waktu enam bulan bisa produksi lebih dari 17 vaksin. Kemudian Amerika Serikat (AS) ada satu hingga tiga jenis vaksin hingga Inggris juga ada penelitian vaksin.

"Kita Indonesia belum satupun produksi vaksin, tetapi euforianya sudah ke mana-mana. Negara lain saja bisa cepat membuatnya, kenapa kita tidak? Mana yang diglorifikasi itu?" ujarnya.

Dengan mewujudkan produksi vaksin buatan dalam negeri, ia berharap Indonesia bisa segera mandiri dan memproduksi vaksin sendiri. Sedangkan terkait pengendalian wabah, dia menambahkan, yaitu melakukan tes, lacak, isolasi (test, trace, dan treatment/3T) yang tepat hingga titik kasus terendah. Ia menegaskan, dalam mengendalikan wabah harus dilakukan dengan tekun, tidak bisa lompat-lompat.

"Jika upaya 3T dirasa susah kemudian mengejar vaksin, kemudian ketika vaksin juga dirasa susah ternyata kembali lagi ke upaya 3T. Padahal, upaya pengendalian wabah jadi berantakan, upaya 3T belum beres kemudian lompat ke vaksin," katanya.

Kalaupun kemudian masyarakat umum harus divaksin lagi dengan yang mayoritas digunakan Indonesia yaitu Sinovac, menurutnya masalah pandemi tidak akan selesai sampai kiamat. Sebab, ia menegaskan kunci pengendalian wabah adalah menekankan upaya 3T untuk melindungi kelompok berisiko.  

Ia menjelaskan, negara lain bisa cepat mengendalikan wabah karena serius dalam mengendalikan wabah. Sebaliknya, dia melanjutkan, selama upaya mengendalikan wabah dengan 3T tidak dilakukan maka wabah tidak terkendali.

"Mengendalikan pandemi itu dengan memutus mata rantai penularan, bukan dengan vaksin yang tujuannya untuk melindungi individu. Vaksin tidak memutus mata rantai penularan melainkan dengan melakukan tes, pelacakan populasi yang sehat, hingga karantina," katanya.

Ahli Virologi Universitas Udayana Bali, Gusti Ngurah Kade Mahardika, menilai, sebenarnya vaksin dua dosis saja membuat tubuh masih mengingat virus. "Kalau sudah divaksin dua kali, tubuh kita sudah mengenal virus Covid-19 dengan baik karena sudah ada memorinya. Kalaupun terpapar lagi kemudian tubuh sudah mengenal virus itu maka meskipun antibodinya rendah atau respons imunnya rendah maka tidak akan jadi sakit parah," kata Mahardika saat dihubungi Republika, Rabu (28/7).

Kendati demikian, Mahardika mempersilakan masyarakat mendapatkan vaksin dosis ketiga kalau vaksinnya sudah ada. Sebaliknya, kalau vaksin belum tersedia maka ia menilai Indonesia tidak memerlukan vaksin dosis ketiga.

"Sekarang pandemi, kita (Indonesia) tidak dihadapkan banyak pilihan dan yang ada mayoritas Sinovac mestinya cukup," ujarnya.

Mahardika tidak melihat efikasi vaksin atau vaksin merek tertentu. Yang terpenting, dia melanjutkan, vaksin tersebut memenuhi ketentuan organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) yaitu efikasinya di atas 51 persen.

Sejauh ini, ia melanjutkan, masyarakat yang sudah divaksin Sinovac meski tertular virus tidak menderita gejala berat dibandingkan orang yang tidak divaksin. "Kemudian kalau 70 persen penduduk sudah divaksin lengkap sesuai ketentuan WHO maka kekebalan komunitas (herd immunity) bisa diwujudkan. Bahkan, 50 persen penduduk yang telah divaksin lengkap sudah terasa kok dampaknya," ujarnya.

Penduduk Indonesia yang sudah mendapatkan vaksin dosis lengkap belum mencapai 50 persen dari total penduduk. Menurut data Kementerian Kesehatan hingga 27 Juli 2021 pukul 18.00 WIB, sebanyak 45.534.183 sudah menerima vaksin Covid-19 dosis pertama atau 21,86 persen. Sedangkan yang sudah menerima dosis kedua atau lengkap sebanyak 18.857.251 jiwa atau 9,05 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement