Ahad 18 Jul 2021 12:15 WIB

Pengamat Pertanyakan Signifikansi Otsus bagi Orang Papua

Mayoritas jabatan di pemerintahan daerah diisi oleh orang Papua.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Muhammad Fakhruddin
Pengamat Pertanyakan Signifikansi Otsus bagi Orang Papua. Ilustrasi Otsus Papua Jilid II
Foto: republika/kurnia fakhrini
Pengamat Pertanyakan Signifikansi Otsus bagi Orang Papua. Ilustrasi Otsus Papua Jilid II

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat politik lokal Papua Frans Maniagasi tidak menafikan adanya kemajuan pembangunan di Tanah Papua setelah diberlakukan otonomi khusus (otsus) sejak 2001 silam. Namun, dia mempertanyakan signifikansi keberhasilan pembangunan di Papua itu terhadap peningkatan kesejahteraan orang asli Papua (OAP).

"Kemajuan ada, hanya kemajuan itu apakah signifikan kemudian menjadi daya dorong, daya dukung untuk kemajuan orang Papua. Di sinilah pertanyaan besar itu terjadi," ujar Frans dalam diskusi daring pada Sabtu (17/7).

Kemajuan yang dicapai di antaranya terjadi pemekaran daerah, sehingga sekarang ada dua provinsi, yakni Papua dan Papua Barat. Menurut dia, mayoritas jabatan di pemerintahan daerah diisi oleh orang Papua, mulai dari kepala daerah, DPR provinsi, DPR kabupaten/kota, kepala organisasi perangkat daerah/dinas, sampai kepala bagian.

Dari aspek keuangan, ketika masih bernama Irian Jaya, hanya mengantongi anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBS) sebesar Rp 850 miliar. Setelah otsus, kedua provinsi di Papua itu mampu memiliki APBD belasan sampai puluhan triliun.

Namun di sisi lain, Frans mempertanyakan penduduk di Papua yang hingga hari ini belum mencapai kemakmuran. Padahal, kata dia, penduduk di Papua hanya sekitar enam juta orang. Dari enam jutaan orang itu, orang asli Papua hanya sekitar dua juta orang.

"Kok sampai hari ini orang tidak makmur, orang tidak sejahtera? Di mana kesalahannya, di mana kekeliruannya, itu yang timbul pertanyaan," tutur Frans.

Di tengah kemajuan pembangunan di Papua, persoalan masih terus terjadi bahkan masih ada suara referendum dan Papua merdeka sampai saat ini. Menurut Frans, persoalannya adalah kebangsaan dan negara masih lalai dalam mengatasi permasalahan ini.

Dia menegaskan, otsus seharusnya menjadi perekat kebangsaan, membangun Papua di dalam Indonesia dan Indonesia di dalam Papua. Filosofi dari otsus itu sendiri, seluruh rakyat Indonesia bergotong-royong untuk membangun Papua melalui pemberian dana otsus yang bersumber dari anggaran negara. "Itu yang kita lalai selama 20 tahun," kata Frans.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement