Kamis 01 Jul 2021 22:03 WIB

IDI Desak Pemerintah Segera Cairkan Insentif Nakes

Realisasi pencairan anggaran nakes baru 7,81 persen dari total anggaran Rp 8 triliun.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Tenaga kesehatan menyiapkan bed untuk pasien Covid-19 di tenda darurat khusus Covid-19 di RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta, Kamis (1/7). Dalam kurun tiga hari RSUP Dr Sardjito kembali menambah dua tenda darurat khusus Covid-19. Sehingga saat ini sudah ada tiga tenda darurat di depan poli Covid-19, dan satu tenda sebelumnya sudah penuh terisi.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Tenaga kesehatan menyiapkan bed untuk pasien Covid-19 di tenda darurat khusus Covid-19 di RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta, Kamis (1/7). Dalam kurun tiga hari RSUP Dr Sardjito kembali menambah dua tenda darurat khusus Covid-19. Sehingga saat ini sudah ada tiga tenda darurat di depan poli Covid-19, dan satu tenda sebelumnya sudah penuh terisi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban merasa prihatin dengan masalah belum cairnya insentif tenaga kesehatan (nakes) yang berjuang menangani pandemi Covid-19. Ia mendesak pemerintah segera membayarkan hak nakes tersebut.

"Tentu saja IDI amat sangat prihatin dan minta ke pemerintah supaya segera berikan hak kepada dokter yang memang berhak mendapat insentif," kata Prof Zubairi kepada Republika, Kamis (1/7).

Baca Juga

Berdasarkan data Kementerian Keuangan per 28 Juni 2021, agregat realisasi anggaran insentif nakes daerah dalam rangka penanganan Covid-19 masih 7,81 persen atau dari total anggaran Rp 8.058,44 triliun yang baru teralisasi Rp 629,51 miliar.

Angka itu didapat dari rincian sebagai berikut : Pertama, di tingkat provinsi tercatat pengalokasian anggaran bagi insentif tenaga kesehatan daerah sebesar Rp 1,43 triliun, tetapi baru teralisasi Rp 117,82 miliar atau hanya 8,2 persen. Kedua, anggaran bagi insentif tenaga kesehatan daerah kabupaten/kota sebesar Rp 6,59 miliar, tetapi baru terealisasi 7,6 persen atau Rp 5,04 miliar.

"Agregat realiasi masih pada 7,81 persen amat sangat rendah (pembayaran) insentif nakes, baru terealisasi 629 miliar dari 8,05 triliun," ujar Prof Zubairi.

Guna mempercepat pencairan insentif dokter, Prof Zubairi menyampaikan, IDI terus melakukan advokasi kepada pemerintah. Ia mengingatkan, betapa beresikonya kerja dokter di masa pandemi hingga jatuh korban meninggal dunia.

"Kami kerja yang terbaik di lapangan dan cukup banyak yang gugur, banyak yang sakit karena Covid-19 kok malah haknya belum diberikan," ujar Prof Zubairi.

Selain itu, Prof Zubairi menyinggung tunggakan utang pemerintah di rumah sakit. Ia menuntut pemerintah secepatnya melunasi utang agar rumah sakit punya kemampuan finansial memadai untuk melayani pasien sekaligus membayar hak nakes.

"Kalau rumah sakit belum dapat haknya, tagihan belum dibayar nanti tata kelola pasien amat terganggu dan itu pengaruhi dokter juga pada kemudiannya," ucap Prof Zubairi.

 

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim menyayangkan adanya laporan yang menyebut sejumlah pemerintah daerah tak menganggarkan insentif bagi nakes yang menangani pasien Covid-19. Pemerintah daerah didesaknya segera mencairkan insentif bagi para nakes.

"Tidak dianggarkannya insentif untuk tenaga kesehatan di sejumlah daerah, menujukkan kepala daerah setempat tidak memiliki kepedulian atas situasi pandemi Covid-19. Sungguh menyedihkan," ujar Luqman lewat keterangan tertulisnya, Rabu (30/6).

Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) Bima Arya merespons Komisi II DPR yang menyebut sejumlah pemda tak menganggarkan insentif bagi (nakes) yang menangani pasien Covid-19. Bima setuju agar pemda membayarkan insentif tersebut kepada nakes yang tiap hari bertaruh nyawa menangani Covid-19.

Bima mengingatkan pemda yang berada di bawah naungan APEKSI untuk menyiapkan dan membayarkan insentif nakes. Dananya bisa berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU).

"Pemda mengalokasikasikan anggaran insentif dari APBD sesuai amanah alokasi DAU untuk penanganan COVID-19. Pemda harusnya mengalokasikan dari DAU," kata Bima kepada Republika, Kamis (1/7).

Walau demikian, Bima mengakui adanya sejumlah hambatan bagi Pemda yang ingin membayarkan insentif nakes. Salah satunya kendala regulasi yang malah memperlambat atau membelenggu insentif yang harusnya menjadi hak nakes penanganan Covid-19.

"Kendala yang terjadi biasanya menunggu pergeseran anggaran, membuat regulasi /Perwali (Peraturan Walikota) tentang insentif nakes," ujar Bima.

Di sisi lain, Bima yang juga Wali Kota Bogor menyampaikan insentif nakes tahun 2020 di RSUD yang belum terbayar oleh pusat justru dianggarkan dari APBD Kota Bogor. Jumlahnya senilai 6,9 miliar dan sudah dibayarkan.

"Insentif nakes untuk tahun 2021 sudah dianggarkan dari APBD melalui anggaran di Dinkes dan RSUD. Saat ini sedang dalam proses verifikasi oleh RSUD dan Dinkes sesuai juknis Kemenkes," jelas Bima.

photo
Infografis dokter dan tenaga kesehatan yang wafat akibat Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement