Kamis 01 Jul 2021 17:35 WIB

Pasien Covid Meninggal Saat Isoman Meningkat di Yogyakarta

Sebagian besar kasus meninggal saat isoman merupakan lansia dan memiliki komorbid.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Agus raharjo
Pasien Covid-19 dirawat di tenda darurat khusus Covid-19 di RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta, Kamis (1/7). Dalam kurun tiga hari RSUP Dr Sardjito kembali menambah dua tenda darurat khusus Covid-19. Sehingga saat ini sudah ada tiga tenda darurat di depan poli Covid-19, dan satu tenda sebelumnya sudah penuh terisi.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Pasien Covid-19 dirawat di tenda darurat khusus Covid-19 di RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta, Kamis (1/7). Dalam kurun tiga hari RSUP Dr Sardjito kembali menambah dua tenda darurat khusus Covid-19. Sehingga saat ini sudah ada tiga tenda darurat di depan poli Covid-19, dan satu tenda sebelumnya sudah penuh terisi.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kasus Covid-19 yang meninggal dunia di DIY meningkat tajam dalam beberapa pekan terakhir, terutama kasus meninggal saat melakukan isolasi mandiri (isoman). Kurang dari 24 jam pada 29 dan 30 Juni kemarin, BPBD DIY mencatat ada 100 kematian yang dilaporkan di seluruh kabupaten/kota se-DIY.

"Yang kita khawatirkan, banyak isoman meninggal di rumah," kata Komandan TRC BPBD DIY, Wahyu Pristiawan Buntoro kepada wartawan dalam wawancara yang digelar secara virtual, Kamis (1/7).

Pris menyebut, banyaknya kasus yang meninggal saat isoman dikarenakan terlambat dirujuk ke rumah sakit rujukan penanganan Covid-19. Hal ini dikarenakan banyaknya rumah sakit yang saat ini penuh akibat lonjakan kasus yang terjadi di DIY.

Selain itu, kasus yang meninggal saat isoman ini juga dikarenakan tidak ada penunjang alat kesehatan seperti oksigen. Sementara, sebagian besar kasus yang meninggal tersebut sudah dengan kondisi yang memburuk dan seharusnya mendapatkan perawatan intensif, setidaknya dibantu dengan oksigen.

"Ada stagnasi di rumah sakit dan krisis oksigen, maka buntu di puskesmas karena tidak mampu untuk merujuk. Sehingga yang seharusnya dirujuk, diminta isoman. Kapasitas (rumah sakit) overload (sudah melebihi kapasitas) dan diperparah dengan fasilitas yang tak cukup, akhirnya banyak yang meninggal," ujarnya.

Lonjakan kasus yang terjadi di Juni ini sudah tidak terkendali di DIY. Bahkan, sempat ada warga yang meminta TRC BPBD DIY untuk mengantarkan anggota keluarganya yang tengah menjalani isoman ke rumah sakit karena kondisinya yang sudah memburuk.

Pihaknya sudah mencari setidaknya tujuh rumah sakit, namun tidak ada yang kosong. Sehingga, pasien tersebut hanya diletakkan di selasar RSUP Dr. Sardjito sambil menunggu antrean agar mendapatkan perawatan.

Pihaknya pun juga sempat kewalahan mengingat banyaknya permintaan dari warga untuk membawa kasus Covid-19 yang sedang isoman ke rumah sakit. Di sisi lain, pihaknya juga kewalahan terkait dengan permintaan untuk pemulasaraan jenazah Covid-19.

Sementara, di Juni ini kematian Covid-19 per harinya juga terus meningkat signifikan, bahkan kemarin sempat mencapai 100 jenazah yang harus dimakamkan dengan protokol kesehatan. Hal ini tentunya membuat beban kerja yang semakin berat bagi personel BPBD DIY.

"Ini beban bagi relawan kita, mereka harus bertanggung jawab terhadap kondisi pasien yang mereka bawa. Ketika membawa pasien, harus memperjuangkan semaksimal mungkin dan mempertanggung jawabkan sampai rumah sakit dalam kondisi hidup," jelas Pris.

Koordinator Relawan Kabupaten Gunungkidul, Agus Kenyung mengatakan, permintaan pengantaran kasus yang sedang menjalani isoman ke rumah sakit dan pemulasaran jenazah Covid-19 memang meningkat. Bahkan, banyak kasus Covid-19 yang meninggal sebelum sampai di rumah sakit.

Di Gunungkidul sendiri, ada tiga titik yang menjadi fokus penjagaan relawan. Mulai dari Kecamatan Playen, Semanu dan Tepus, dikarenakan di tiga wilayah ini penambahan kasus Covid-19 sangat tinggi.

"Rumah sakit ini penuh, sampai beberapa hari kemarin dalam satu malam yang meninggal ada dua orang. Artinya dia isoman dan diantar (meninggal saat di perjalanan karena mencari rumah sakit yang kosong)," kata Kenyung.

Pihaknya sampai kewalahan antara mendahulukan pengantaran kasus Covid-19 yang kondisinya memburuk dengan pemulasaraan jenazah Covid-19. Sementara, kondisi relawan juga harus diperhatikan agar tidak tumbang.

"Sekarang saya lebih fokus ke teman-teman relawan yang mengurusi pasien-pasien itu. Mengurusi (banyaknya) pasiennya sudah tidak mampu, tapi (fokus) mengurusi (kondisi) relawan yang mengurusi pasien," ujarnya.

Koordinator Posko Dekontaminasi Covid-19 BPBD Kabupaten Sleman, Vincentius Lilik Resmiyanto menyebut, sebagian besar kasus yang meninggal saat isoman ini merupakan lansia dan memiliki komorbid atau penyakit penyerta. Selain itu, lansia ini juga tidak mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit saat kondisinya memburuk.

Hal ini juga dikarenakan kondisi rumah sakit rujukan yang penuh akibat lonjakan kasus. Sehingga, mereka tidak dilengkapi dengan fasilitas yang cukup yakni oksigen saat melakukan isoman.

"Dengan rumah sakit yang penuh, banyak pasien yang terpapar itu ditolak. Karena kondisi yang sudah agak parah dan ada komorbid, jadi kebanyakan di Sleman itu yang meninggal di rumah. Harusnya ada oksigen, saturasi di bawah 95, kebanyakan 80, kalau tidak dibantu oksigen kira-kira satu atau dua jam bisa meninggal," kata Lilik.

Seperti diketahui, kondisi ketersediaan (bed occupancy rate) di rumah sakit rujukan Covid-19 di DIY terus meningkat. Selain itu, ketersediaan oksigen juga terus menipis akibat kebutuhan yang meningkat.

Seperti di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, yang mana sempat kewalahan karena kebutuhan oksigen yang cukup tinggi. Direktur Utama RS PKU Muhammadiyah, Mohammad Komarudin mengatakan, pihaknya bahkan terpaksa mendatangkan oksigen dari distributor lain agar pasokan oksigen tetap terjaga.

Kebutuhan oksigen untuk seluruh rumah sakit rujukan penanganan Covid-19 DIY sendiri dipasok oleh PT Samator yang berlokasi di Jawa Tengah. Namun, RS PKU Muhammadiyah harus mendatangkan oksigen bahkan dari Surabaya dan Denpasar karena distribusi dari PT Samator tidak dapat mengimbangi kebutuhan oksigen yang naik drastis akibat lonjakan kasus positif Covid-19.

"Kami mendatangkan supplier baru tidak hanya dari PT Samator, Samator juga terbatas karena harus berbagi dengan RS lain. Kami pernah datangkan satu truk dengan 200 tabung oksigen dari Denpasar. Saya tetap minta back up, kalau mengandalkan dari Samator itu kurang," kata Komarudin.

RS Panti Rapih juga menyebut ketersediaan oksigen yang sudah sangat menipis akibat kebutuhan yang tinggi. Direktur Utama RS Panti Rapih, Triputro Nugroho mengatakan, distribusi oksigen saat ini harus dilakukan sekali dalam dua hari.

Walaupun hanya mengandalkan PT Samator, pihaknya juga memiliki stok tabung oksigen jika nantinya terjadi ketidakstabilan distribusi oksigen. Saat ini, katanya, ada stok 207 tabung oksigen dengan ukuran enam meter kubik

"Ini back up kita kalau ada supply oksigen yang tidak terpenuhi. Disamping UGD, ruang lainnya juga butuh supply tabung," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement