Rabu 30 Jun 2021 16:00 WIB

ICW: Tuntutan Edhy Prabowo Bentuk Penghinaan Keadilan

Tuntutan itu sama dengan tuntutan seorang kades yang terbukti korupsi Rp 399 juta.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Peneliti Iindonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana
Foto: Republika/Prayogi
Peneliti Iindonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, tuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo terlalu rendah. Tuntutan itu juga dinilai sebagai bentuk penghinaan terhadap keadilan.

"Betapa tidak, tuntutan itu sama dengan tuntutan seorang kepala desa di Kabupaten Rokan Hilir Riau yang terbukti melakukan korupsi sebesar Rp 399 juta pada akhir 2017 lalu," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam di Jakarta, Rabu (30/6).

Kurnia mengatakan, KPK sebenarnya dapat menuntut Edhy seumur hidup jika melihat konstruksi pasal 12 huruf a UU Tipikor yang digunakan. Menurutnya, jika mengacu pada tuntutan ini, maka publik dapat melihat bahwa KPK di bawah komando Firli Bahuri memang terkesan enggan untuk bertindak keras kepada politisi.

Dia mengatakan, bahwa sebelum Edhy, KPK diketahui juga pernah menuntut ringan politisi PPP, Romahurmuziy dengan hukuman 4 tahun penjara pada awal tahun 2020 lalu. 

ICW meyakini, praktik serupa juga akan terus berulang ke depan. "Besar kemungkinan akan kembali terlihat dalam perkara bansos yang melibatkan Juliari P Batubara," kata Kurnia.

Lebih lanjut, ICW mendesak, agar majelis hakim mengabaikan tuntutan penjara dan denda yang diajukan oleh penuntut umum. ICW meminta, majelis hakim menjatuhkan vonis maksimal, yakni seumur hidup penjara kepada Edhy Prabowo.

"Hal itu pun wajar, selain karena posisi Edhy sebagai pejabat publik, ia juga melakukan praktik korupsi di tengah pandemi Covid-19," katanya.

Sebelumnya, JPU KPK menuntut Edhy Prabowo hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan. Tak hanya itu, politisi Gerindra itu juga dituntut membayar uang pengganti sekitar Rp 9,68 miliar dan 77 ribu dolar AS dikurangi seluruhnya dengan uang yang sudah dikembalikan.

Edhy juga dituntut pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama empat tahun sejak selesai menjalani masa pidana pokok. Adapun, dalam menjatuhkan hukumannya, jaksa mempertimbangkan sejumlah hal.

Untuk hal yang memberatkan, Edhy Prabowo dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan KKN. Sementara itu untuk hal meringankan, Edhy dinilai bersikap sopan dalam persidangan, belum pernah dihukum, dan sebagian aset sudah disita.

Edhy dinilai terbukti menerima suap Rp 25,7 miliar terkait izin ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur. Jaksa meyakini suap diberikan guna mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT DPPP dan para eksportir benur lainnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement