Rabu 23 Jun 2021 20:28 WIB

Wacana 3 Periode, Formappi Nilai MPR tak Tegas

MPR dinilai masih buka peluang mengamandemen UUD 1945.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Indira Rezkisari
Seorang warga melintas di depan gedung majelis permusyawarahan, dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah kompleks parlemen, Jakarta. MPR dianggap tidak tegas terkait wacana Presiden tiga periode.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Seorang warga melintas di depan gedung majelis permusyawarahan, dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah kompleks parlemen, Jakarta. MPR dianggap tidak tegas terkait wacana Presiden tiga periode.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode tak hanya muncul dari pendukung Joko Widodo. Namun, wacana ini hadir karena disebabkan tak adanya sikap tegas DPR dan MPR terkait perubahan amandemen UUD 1945.

"Sampai sekarang MPR tidak pernah mengeluarkan pernyataan resmi bahwa mereka menarik agenda mengamandemen konstitusi untuk mengembalikan GBHN (Garis Besar Haluan Negara) dalam konstitusi kita," ujar Lucius dalam sebuah diskusi daring, Rabu (23/6).

Baca Juga

Bahkan hingga saat ini, MPR masih membuka peluang untuk mengamandemen UUD 1945 demi menghidupkan kembali GBHN. Dalam proses itu, Lucius menilai langkah tersebut dapat dimanfaatkan pihak tertentu untuk menyelipkan hal-hal yang terkait masa jabatan presiden.

"Selagi itu belum ditarik, ruang atau peluang bagi kelompok-kelompok dengan kepentingannya masing-masing untuk melakukan perubahan dalam konstitusi itu seolah mendapatkan angin. Menunggu waktu kapan MPR memutuskan amandemen untuk mengembalikan GBHN dilakukan," ujar Lucius.

Sikap partai-partai politik saat ini juga dinilainya masih mengambang terkait wacana masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Pasalnya, belum ada pernyataan resmi dari pemimpin partai terkait hal tersebut.

"Urusan presiden itu adalah urusan partai politik, hanya mereka yang boleh mencalonkan presiden. Sehingga pasti keuntungan dari perpanjangan dari masa jabatan ini akan dinikmati oleh partai politik," ujar Lucius.

"Karena sekarang bermain langsung memunculkan wacana ini tentu berisiko, apalagi kalau nanti tidak jadi. Itu akan bisa menjadi bumerang untuk partai poltiik," tambahnya.

Sebelumnya, Kantor Staf Presiden menduga ada pihak-pihak yang sengaja mengembuskan wacana jabatan presiden selama tiga periode dengan motif tersembunyi. Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani menyebutkan, pihak-pihak tersebut ingin mengganggu stabilitas politik, mengalihkan konsentrasi kerja presiden dalam mengatasi pandemi Covid-19, juga mengganggu kerja pembangunan.  

"Wacana masa jabatan presiden 3 periode ini sesungguhnya sudah muncul sejak periode kedua pemerintahan SBY. Wacana tersebut kini diembuskan oleh beberapa pihak dengan agenda tersembunyi, yang pada intinya ingin menjerumuskan presiden," kata Dani, sapaan akrab Jaleswari dalam siaran pers KSP, Selasa (16/3).

Dani menambahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri sudah menegaskan bahwa dia tidak memiliki hasrat sama sekali untuk masa jabatan presiden tiga periode. Presiden sampai dengan saat ini masih memegang komitmen reformasi tentang pembatasan periode masa jabatan presiden dua periode.

"Komitmen tersebut telah ditegaskan oleh Presiden jauh-jauh hari. Pada 2 Desember 2019, presiden menegaskan bahwa ide masa jabatan presiden tiga periode merupakan isu yang diembuskan untuk menampar muka presiden, mencari muka presiden, dan menjerumuskan presiden," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement