Rabu 23 Jun 2021 20:21 WIB

PPATK Temukan Potensi Kerugian APBD dan Otsus Papua

Potensi kerugian negara diperkirakan mencapai triliunan rupiah.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Mas Alamil Huda
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae.
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae mengatakan, PPATK menemukan dugaan potensi kerugian hingga triliunan rupiah dari dana APBD dan anggaran otonomi khusus (Otsus) Papua. Potensi kerugian itu didapat dari 80 hasil analisis dan pemeriksaan yang dilakukan PPATK selama 10 tahun terakhir.

"Dalam periode kurang lebih 10 tahun terakhir, PPATK sudah menyampaikan lebih dari 80 hasil analisis dan pemeriksaan kepada KPK, kejaksaan, dan kepolisian," kata Dian saat dikonfirmasi, Rabu (23/6).

Dian mengatakan, selama ini Papua merupakan salah satu daerah yang menjadi perhatian PPATK. Dalam temuan analisis transaksi keuangan mencurigakan itu, potensi kerugian melibatkan lebih dari 53 oknum mulai pejabat pemerintah daerah, rekanan pemda, vendor dan ormas."Potensi kerugian negara diperkirakan mencapai triliunan rupiah," ujar Dian.

PPATK, kata Dian, meyakini ketidakefisienan dan kebocoran APBD dan dana otsus ini yang menjadi penyebab lambatnya upaya menyejahterakan masyarakat Papua. Karena itu, PPATK mendukung keputusan pemerintah untuk memproses hukum dugaan kebocoran tersebut 

"PPATK sangat mendukung keputusan Presiden RI, Menko Polhukam, Panglima TNI, Kepala Kepolisian RI, dan pihak terkait lainnya yang memutuskan untuk melakukan langkah penegakan hukum kepada para pelanggar hukum, dan sekaligus pendekatan kesejahteraan kepada masyarakat Papua," ujarnya.

Menko Polhukam Mahfud MD pada (19/5) menyampaikan akan menindaklanjuti kasus korupsi di Papua. Dalam catatannya, ada sekitar 10 kasus. Namun, Mahfud tak merinci kasus per kasus dan lembaga penyidikan yang diperintahkan melakukan pengungkapan.

Namun, 10 kasus korupsi tersebut, setelah kementeriannya menerima hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan penelusuran Badan Intelijen Negara (BIN). “Ini akan dilakukan penegakan hukum,” kata Mahfud.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement