REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Kajian UU ITE, Sugeng Purnomo, menerangkan, usulan pasal-pasal yang akan direvisi terbatas yang pihaknya bentuk masih belum harga mati. Pihaknya mengungkapkan usulan-usulan tersebut ke publik dengan harapan mendapatkan timbal balik berupa masukkan untuk menyempurnakan revisi terbatas UU yang kontroversial tersebut.
"Usulan yang disusun atau dibuat oleh tim kajian ini, ini bukan harga mati. Jadi bukan berarti usulan ini, nanti ini yang maju, bukan," ungkap Sugeng dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (11/6).
Menurut dia, usulan yang ada saat ini baru merupakan konsep yang diusulkan oleh Tim Kajian UU ITE. Dibukanya usulan-usulan yang timnya bentuk ktu dilakukan dengan tujuan mendapatkan masukan dari berbagai pihak untuk perbaikan.
"Apakah memungkinkan untuk berubah? Sangat memungkinkan. Tentunya dengan berbagai masukan dan argumentasi," kata dia.
Sugeng menjelaskan, upaya revisi terbatas terhadap UU ITE dilakukan semata-mata untuk menimbulkan rasa keadilan di tengah masyarakat. Di mana sebelumnya, kata dia, masyarakat banyak yang menyatakan terjadi diskriminas dan kriminalisasi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengungkap usulan revisi terbatas yang Tim Kajian UU ITE akan ajukan untuk dibahas lebih lanjut. Salah satunya mengenai pasal yang mengatur soal masalah kesusilaan pada Pasal 27 ayat 1 UU tersebut.
"Sekarang ditegaskan, pelaku yang dapat dijerat oleh pasal 27 ayat 1 UU ITE terkait dengan penyebaran konten kesusliaan adalah pihak yang memiliki niat menyebarluaskan untuk diketahui oleh umum," ungkap Mahfud dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (11/6).
Dengan usulan tersebut, orang yang melakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan tidak dapat dikenakan pasal tersebut selama konten yang dibuat tidak disebarluaskan untuk diketahui oleh umum. Penyebar konten yang melanggar kesusilaanlah yang akan dikenakan hukuman.
"Kalau orang cuma bicara mesum, orang saling kirim gambar membuat gambar-gambar melalui ekeltronik gitu, tetapi dia bukan penyebarnya itu tidak apa-apa. Apakah itu tidak dihukum? Dihukum, tetapi bukan dengan UU ITE. Itu ada UU-nya sendiri, misalnya UU Pornografi," jelas Mahfud.
Selain itu, pasal yang mengatur tentang ujaran kebencian dalam UU ITE termasuk ke dalam pasal yang akan direvisi terbatas oleh pemerintah. Dalam usulan revisi yang disusun oleh Tim Kajian UU ITE ada penambahan norma yang akan lebih menegaskan maksud dari aturan tersebut.
"Kita mengusulkan di dalam revisi dipertegas dengan norma bukan hanya menyebarkan masalah SARA, tetapi menghasut, mengajak, atau memengaruhi," ujar Mahfud
Dengan demikian, dia menjelaskan, orang yang dapat dikenakan pasal tersebut merupakan orang yang menyebarkan informasi dengan maksud menghasut, mengajak, atau memengaruhi individu atau kelompok soal SARA. Orang yang menyebarkan informasi tanpa ada niat-niat itu, maka tak dapat dikenakan pasal tersebut, yakni pasal 28 ayat 2.
"Kalau cuma menyebarkan tanpa niat ini, tidak bisa. kita usulkan begitu. Yang itu ditujukan semua untuk menunjukkan rasa benci atau permusuhan terhadap individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA tadi," jelas dia.
Sebelumnya, pemerintah sepakat untuk melakukan revisi terbatas terhadap UU ITE. Presiden Joko Widodo disebut telah setuju untuk melanjutkan upaya revisi terbatas itu ke tahap legislasi selanjutnya. "Kami baru laporan kepada Presiden dan sudah disetujui untuk dilanjutkan," ungkap Mahfud dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (8/6).
Dia menjelaskan, presiden setuju revisi yang akan dilakukan terhadap UU ITE merupakan revisi terbatas yang menyangkut substansi beberapa pasal di dalamnya. Pasal-pasal itu, antara lain pasal 27, pasal 28, pasal 29, dan pasal 36. Selain itu, ada satu pasal yang akan ditambahkan ke dalam UU ITE, yakni pasal 45C.
"Itu semua untuk menghilangkan multitafsir, menghilangkan pasal karet, dan menghilangkan kriminalisasi yang kata masyarakat itu banyak terjadi. Kata masyarakat sipil itu banyak terjadi diskriminasi dan lain-lain. Kita perbaiki," jelas dia.
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu mengatakan, perbaikan itu akan dilakukan tanpa perlu mencabut UU ITE. Sebab, kata dia, UU tersebut masih sangat diperlukan untuk mengatur arus lalu lintas komunikasi semua elemen bangsa di dunia digital.
Langkah tersebut ditempuh usai Tim Kajian UU ITE melakukan kajian yang diikuti 55 orang secara intensif. Berbagai pihak ia sebut terlibat dalan kajian itu, mulai dari perwakilan kementerian lembaga terkait, pelapor kasus UU ITE, hingga korban dari UU ITE itu sendiri.