Senin 07 Jun 2021 16:47 WIB

Prinsip Ekstra Hati-Hati untuk Sekolah Tatap Muka

Jelang sekolah tatap muka, belum semua guru di Indonesia sudah divaksinasi.

Sejumlah guru dan tenaga pendidik menunggu giliran untuk menjalani pemeriksaan kesehatan sebelum disuntik vaksin Covid-19 di SMPN 2 Bandung, Jalan Sumatera, Kota Bandung, Jumat (21/5). Vaksinasi guru menjadi syarat pembelajaran tatap muka.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Sejumlah guru dan tenaga pendidik menunggu giliran untuk menjalani pemeriksaan kesehatan sebelum disuntik vaksin Covid-19 di SMPN 2 Bandung, Jalan Sumatera, Kota Bandung, Jumat (21/5). Vaksinasi guru menjadi syarat pembelajaran tatap muka.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Rr Laeny Sulistyawati, Inas Widyanuratikah

Presiden Joko Widodo meminta agar sekolah tatap muka dilakukan secara hati-hati. Prinsip kehati-hatian tersebut dijabarkan dengan hanya mengizinkan maksimal 25 persen dari total murid saat pembelajaran tatap muka.

Baca Juga

"Bapak presiden tadi mengarahkan, pendidikan tatap muka yang nanti akan dimulai harus dijalankan dengan ekstra hati-hati. Tatap muka dilajukan secara terbatas. Pertama hanya boleh maksimal 25 persen dari total murid," kata Menteri Kesehatan, Budi Gunadi, di Kantor Presiden Jakarta, Senin (7/6).

Selain itu Budi mengatakan pemerintah meminta sekolah tatap muka dibatasi waktu hingga hanya dua kali dalam sepekan. "Tidak boleh lebih dari dua hari seminggu. Setiap hari maksimal hanya dua jam," tambah Budi.

Selanjutnya porsi menghadirkan anak didik ke sekolah tetap ditentukan oleh orang tua dan semua guru sudah harus selesai divaksinasi sebelum dimulai. "Jadi mohon kepada kepala daerah karena vaksin kita kirim ke daerah, prioritaskan guru dan lansia, guru harus sudah divaksinasi sebelum tatap muka terbatas dilaksanakan," tambah Budi.

Pemerintah pusat menargetkan pembelajaran tatap muka secara terbatas bisa dimulai pada Juli 2021. Budi juga mengimbau bagi seluruh kepala daerah untuk memastikan penerapan protokol kesehatan, memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan harus diperketat dan dijelaskan dengan baik.

"Kedua juga, kepastian testingnya. Lakukan testing dengan disiplin dan saya minta dilaporkan secara lengkap dengan demikian kita bisa lakukan Langkah antisisi kalau ada yang terkena," kata Budi.

Ia juga berharap agar tracing tidak ditolak serta menerapkan isolasi mandiri. "Jadi tolong secara swadaya sudah banyak daerah yang punya tempat isolasi mandiri," ungkap Budi.

Menurut data Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), belum semua tenaga pendidik di Tanah Air telah mendapatkan vaksin Covid-19 menjelang sekolah tatap muka Juli mendatang. PGRI menilai vaksin Covid-19 untuk guru tidak bisa menjadi syarat utama pertemuan tatap muka.

Wakil Sekjen PGRI, Jejen Musfah, menilai, vaksinasi guru adalah pilihan ideal namun kendala tertentu membuat target ini tidak bisa diwujudkan. "Karena itu, vaksinasi Covid-19 untuk guru tidak bisa dijadikan syarat utama PTM," katanya saat dihubungi Republika, Senin (7/6).

Ia menyebut, anak-anak sudah jenuh dan tidak smua wilayah memiliki internet dan gawai. Bahkan, ia mengutip hasil evaluasi pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara nasional juga menunjukkan penurunan hasil belajar.

Oleh karena itu, Jejen juga meminta kesiapan sekolah dan izin orang tua perlu dijadikan pertimbangan. Ia menjelaskan, kesiapan sekolah di antaranya yaitu adanya fasilitas protokol kesehatan dan satuan tugas tingkat sekolah.

Sementara itu, orang tua sebelum mengizinkan anaknya sekolah tatap muka harus mempertimbangkan antar jemput anak dan menyiapkan camilan dan makanan dari rumah, memakai masker, dan membawa penyanitasi tangan (hand sanitizer). Yang tak kalah penting, dia menambahkan, adalah memastikan transportasi aman dari dan ke sekolah.

Ketua PGRI, Didi Suprijadi, menambahkan, petugas kesehatan dan petugas pendidikan adalah kelompok yang wajib didahulukan untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19. "Sehingga, sebelum tahun ajaran baru, pemerintah daerah (Pemda) mempersiapkan diri dengan piloting proyek, bertahap dengan menggunakan kelas bergilir, kemudian dalam satu kelas berisi setengah dari total murid," ujarnya.

Di samping guru yang divaksin, ia meminta unsur masyarakat agar membantu pelaksanaan kegiatan belajar tatap muka. Sebab, dia menambahkan, unsur utama pelaksanaan tatap muka ada pada masyarakat. Sehingga, vaksinasi dan protokol kesehatan bukan hanya ditekankan hanya di faktor guru, melainkan juga masyarakat melalui siswa.

"Karena jumlah manusia di sekolah lebih banyak masyarakat dibanding gurunya," ujarnya.

Ia menjelaskan, jumlah guru hanya satu orang dalam kelas. Artinya lebih banyak murid yang berasal dari kelompok masyarakat. Sehingga, meski guru harus divaksin, ia menegaskan faktor kesiapan masyarakat juga penting.

"Untuk itu protokol kesehatan di masyarakat harus diperketat," katanya. Didi mengatakan, jangan sampai guru nanti yang disalahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement