REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno mengimbau agar pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tidak sampai terjebak pada politik identitas atau politik aliran.
"Politik identitas merupakan politik yang membelah, tidak mencerdaskan, dan tidak mencerahkan. Sampai sekarang kita masih merasakan politik identitas dari Pilkada DKI Jakarta dan Pilpres 2019," kata Eddy dalam diskusi daring oleh PARA Syndicate di Jakarta, Jumat (28/5).
Menurut Eddy, politik identitas meninggalkan luka mendalam. Walaupun di tingkatan elite politik gampang menyatu, tetapi di masyarakat sangat sulit dan membutuhkan waktu untuk menyembuhkan luka tersebut.
"Dapat dilihat, capres dan cawapres yang didukung PAN pada Pillpres 2019 sudah bergabung dalam kabinet pemerintahan," ujarnya.
Eddy menyarankan yang dilakukan saat ini adalah melakukan politik ide atau politik gagasan. Hal itu merupakan tugas dari partai politik untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.
"Yang didengar adalah ide dan gagasan dari partai politik, bukan saya pancasiliais atau kamu radikal," tegas Eddy.
Eddy merasa prihatin dengan hasil survei yang menempatkan partai politik berada di tingkat terendah dari kepercayaan masyarakat. "Masyarakat sudah sangat jenuh melihat para politikus ribut dan berdebat terus, tidak ada hal yang bermanfaat untuk masyarakat," jelas Eddy.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan politik itu menjadikan kekuasaan harus diperolaedengan cara benar. PDI Perjuangan sangat percaya kalau kekuasaan yang diperoleh dengan cara yang tidak benar akan membawa karma politik dan membawa kesengsaraan lahir batin.
"Di kantor PDI Perjuangan kami menuliskan, Satyameva Jayate dimana pada akhirnya kebenaran pasti akan menang," kata Hasto.