Kamis 27 May 2021 12:09 WIB

Wamenkumham: Menyusun KUHP Bukan Perkara Mudah

Pemerintah harus bisa mencari solusi terbaik di tengah keberagaman.

Hukuman mati (ilustrasi).
Foto: Republika/Mardiah
Hukuman mati (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengatakan, proses penyusunan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) bukan perkara mudah. Terlebih di suatu negara yang penuh dengan keberagaman seperti Indonesia.

"Di negara yang multietnis, multiagama, dan multikulturalisme bukanlah suatu perkara yang mudah," kata Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej pada diskusi bertajuk 'Apakah Pembaruan KUHP sudah berdasarkan konstitusi negara Republik Indonesia' secara virtual di Jakarta, Kamis (27/5).

Setiap isu yang akan dibahas atau dituangkan dalam KUHP akan memunculkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Ia memberi contoh soal isu pidana mati. Secara teoritik dua paradigma akan berdiri dan berlawanan secara diametral.

Bagi paradigma abolisionis yang ingin menghapus pidana mati mempunyai dasar argumentasi yang cukup kuat. Sama halnya dengan kelompok yang menganut paham retensionis atau ingin mempertahankan pidana hukuman mati juga memiliki dasar argumentasi yang kuat.

Ketika persoalan pidana mati dibahas maka tidak jarang terjadi kontroversi di tengah masyarakat. Bagi kalangan pegiat antikorupsi selalu menyuarakan koruptor layak dijatuhi hukuman mati. Tetapi bagi kalangan atau pegiat HAM sudah pasti akan menolak pidana hukuman mati tersebut. Dalam kondisi itu, maka pemerintah terutama pemangku kepentingan harus bisa mencarikan solusi terbaik.

"Dimana pidana mati tidak menjadi pidana pokok tetapi pidana khusus," ujar dia.

Kekhususan yang dimaksud ialah pertama dijatuhkan secara selektif dan dijatuhkan dengan percobaan. Sebagai contoh terpidana dijatuhkan hukuman pidana mati, jika selama kurun waktu itu berkelakuan baik maka memungkinkan pidana mati diubah menjadi pidana seumur hidup atau kurungan penjara 20 tahun.

"Ini contoh membuat KUHP di negara multietnis, banyak kebudayaan dan banyak agama, tidak semudah membalikkan telapak tangan," ujar dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement