REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puspoll Indonesia dalam surveinya menyoroti soal wacana poros Islam. Direktur Eksekutif Puspoll Indonesia Muslimin Tanja mengatakan pemahaman publik terhadap wacana poros Islam masih rendah.
"Wacana ini sudah bergulir tetapi satu bulan yang lalu saat survei kami lakukan baru hanya sekitar 14,8 persen mengatakan, masyarakat atau responden mengatakan ya pernah mendengar koalisi itu atau wacana koalisi poros Islam," kata Muslimin, dalam pemaparan hasil surveinya, Ahad (23/5).
Muslimin menjelaskan, dari 14,8 responden yang mengetahui wacana tersebut, sekitar 46 persen di antaranya mengatakan yakin poros Islam bisa terwujud. Kemudian 43 persen lainnya mengatakan tidak yakin. Sebanyak 11 persen mengatakan tidak menjawab.
"Paling tidak ini menggambarkan bahwa publik pun kurang yakin kalau (poros Islam) ini bisa terwujud, ini adalah tantangan tersendiri bagi partai poros Islam dimana perspektif publik belum terlalu yakin, baru 50:50 yang mengatakan bisa terwujud atau tidak," ujarnya.
Selain itu, 14,8 persen responden yang mengetahui wacana poros Islam juga ditanyakan apakah poros Islam tersebut akan memperjuangkan kepentingan umat Islam. Hasilnya. 41,8 persen mengatakan yakin, 32,1 persen mengatakan tidak yakin.
Kemudian 14,7 persen tidak terlalu peduli dengan koalisi itu, dan 11,4 persen di antaranya tidak menjawab. "Jadi mayoritas atau lebih banyak sebenarnya juga cukup meyakini bahwa kalau poros ini terjadi ini bisa mewakili kepentingan-kepentingan Islam," ucapnya.
Isu poros Islam berembus usai pertemuan politik antara PPP dan PKS pertengahan April 2021 lalu. Saat itu Sekjen PKS Aboe Bakar Alhabsyi mengatakan poros Islam sangat mungkin terbentuk mengingat pilpres kurang lebih masih 2,5 tahun lagi.
Survei Puspoll dilaksanakan 20 - 29 April 2021 melalui wawancara. Survei dilakukan dengan metode penarikan sampel acak bertingkat (multistage random sampling), dengan jumlah sampel sebanyak 1.600 responden, margin of error +/- 2,45 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.