REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai langkah Mahkahmah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI yang memastikan akan memulai proses penyelidikan dugaan pelanggaran etik Azis Syamsuddin merupakan awalan yang baik. Namun ia menilai langkah MKD tersebut masih kalah cepat dengan dewan pengawas (dewas) KPK yang telah lebih dulu melakukan pemeriksaan terhadap Azis.
"Langkah MKD dengan memanggil pelapor terlihat memang taat pada prosedur, walaupun pada saat bersamaan MKD juga terlihat sangat lamban karena antara proses yang satu dengan yang lainnya sangat berjarak," kata Lucius kepada Republika, Kamis (20/5).
MKD DPR RI dalam rapat pleno Selasa (18/5) lalu telah sepakat akan memanggil para pelapor Azis Syamsuddin. Lucius mengatakan seharusnya MKD bisa menunjukkan semangat kerja yang tinggi dengan mengagendakan pemeriksaan pelapor yang disusul langsung dengan pemeriksaan terlapor.
"Proses yang diperlihatkan MKD seperti hidup enggan, mati tak mau. Tak kelihatan ada motivasi untuk memulihkan kehormatan lembaga atas perilaku tercemar yang dibuat anggota," ujarnya.
Menurutnya proses yang semakin lamban di MKD hanya akan membuat pembusukan terhadap citra parlemen. Oleh karena itu tak ada alasan bagi MKD untuk mengayun-ayun waktu dalam menindaklanjuti laporan atas dugaan pelanggaran etik Azis Syamsuddin.
Ia berharap ada kemauan politik dari seluruh elemen di parlemen untuk mendukung MKD menyelesaikan kasus ini. Ia menambahkan, DPR sebagai lembaga mestinya harus sadar bahwa tindakan Azis sudah mencemarkan lembaga DPR. Oleh karena itu proses etik menjadi salah satu cara untuk memastikan citra lembaga bisa dipulihkan.
"Maka mendorong, memberikan dukungan politis kepada MKD mestinya menjadi sebuah keharusan agar noda setitik yang berasal dari perilaku seorang Azis, tak merusak satu lembaga secara keseluruhan," ucapnya.