Ahad 09 May 2021 12:34 WIB

Sejarah Mudik: Dari Era Sebelum Majapahit Hngga Kini

Mudik sudah menjadi tradisi dan budaya di Indonesia sejak lama.

Sejumlah kendaraan pemudik antre memasuki Gerbang Tol Cikampek Utama, Cikampek, Jawa Barat, pada mudik lebaran sebelum pandemi corona (Ilustrasi)
Foto:

Oleh : Karta Raharja Ucu, Jurnalis Republika

Tradisi 'nyekar' masih terlihat hingga kini. Kebiasaan membersihkan dan berdoa bersama di pekuburan sanak keluarga sewaktu pulang kampung masih banyak ditemukan di daerah Jawa.

Secara etimologi, kata mudik berasal dari kata "udik" yang artinya selatan/hulu. Pada saat itu di Jakarta ada wilayah yang bernama Meruya Udik, Meruya Ilir, Sukabumi Udik, Sukabumi Ilir, dan sebagainya.

Saat Jakarta masih bernama Batavia, suplai hasil bumi daerah kota Batavia diambil dari wilayah-wilayah di luar tembok kota di selatan. Karena itu, ada nama wilayah Jakarta yang terkait dengan tumbuhan, seperti Kebon Jeruk, Kebon Kopi, Kebon Nanas, Kemanggisan, Duren Kalibata, dan sebagainya.

Para petani dan pedagang hasil bumi tersebut membawa dagangannya melalui sungai. Dari situlah muncul istilah milir-mudik, yang artinya sama dengan bolak-balik. Mudik atau menuju udik saat pulang dari kota kembali ke ladangnya, begitu terus secara berulang kali.

Bagaimana dengan pernyataan mudik telah ada sejak zaman nenek moyang? Beberapa ahli mengaitkan tradisi mudik ada, karena masyarakat Indonesia merupakan keturunan Melanesia yang berasal dari Yunan, Cina. 

Sebuah kaum yang dikenal sebagai pengembara. Mereka menyebar ke berbagai tempat untuk mencari sumber penghidupan.

Pada bulan-bulan yang dianggap baik, mereka akan mengunjungi keluarga di daerah asal. Biasanya mereka pulang untuk melakukan ritual kepercayaan atau keagamaan.

Pada masa Kerajaan Majapahit, kegiatan mudik menjadi tradisi yang dilakukan oleh keluarga kerajaan. Sejak masuknya Islam, mudik dilakukan menjelang Lebaran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement