Kamis 29 Apr 2021 15:51 WIB

Komnas HAM Kecewa pada Keputusan Melabel KKB Teroris

Komnas HAM melihat konflik di Papua buah dari masalah yang tak pernah diurus baik.

Personel TNI melintasi karangan bunga untuk Kabinda Papua Mayjen TNI (Anumerta) I Gusti Putu Danny Nugraha Karya yang gugur di Markas Yonif Raider 754/ENK, di Mimika, Papua, Senin (26/4/2021). Mayjen TNI (Anumerta) I Gusti Putu Danny Nugraha Karya gugur setelah terlibat kontak senjata dengan KKB di Kampung Dambet, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, dan akan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Pada Kamis (29/4), pemerintah resmi menjuluki KKB di Papua sebagai teroris.
Foto: ANTARA /Sevianto Pakiding
Personel TNI melintasi karangan bunga untuk Kabinda Papua Mayjen TNI (Anumerta) I Gusti Putu Danny Nugraha Karya yang gugur di Markas Yonif Raider 754/ENK, di Mimika, Papua, Senin (26/4/2021). Mayjen TNI (Anumerta) I Gusti Putu Danny Nugraha Karya gugur setelah terlibat kontak senjata dengan KKB di Kampung Dambet, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, dan akan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Pada Kamis (29/4), pemerintah resmi menjuluki KKB di Papua sebagai teroris.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Eksternal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Amiruddin, mengaku kecewa kepada Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang melabeli kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua sebagai teroris. Komnas HAM mengkhawatirkan penuntasan KKB yang dilabel teroris akan berdampak lebih buruk.

"Kalau hari ini Pak Menko mengumumkan jalan keluarnya dengan menambah label teroris, saya terus terang merasa kecewa dengan itu," kata Amiruddin pada diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Kamis (29/4). Sebab, selama beberapa hari terakhir, ia mengaku menyampaikan pandangan dalam konteks kemanusiaan.

Baca Juga

Kendati demikian, karena pemerintah telah mengambil kebijakan dengan melabeli KKB sebagai teroris, Amiruddin mengajak semua pihak untuk melihat seperti apa ke depannya penyelesaian masalah di Bumi Cenderawasih. Secara umum, ia mengatakan problem di Papua merupakan masalah yang sudah berkelindan berbagai persoalan yang dari dulu tidak pernah diurus dengan baik.

Ketua konsultan dan peneliti Papua Resource Center, YLBHI, Jakarta 2015 hingga 2017 tersebut mengaku ketika diajak berdiskusi menyusun Undang-Undang Otonomi Khusus tentang Papua pada 2000, sebenarnya banyak hal yang ingin dicapai. Salah satunya mentransformasikan konflik beserta orang-orang yang terlibat ke dalam sistem demokrasi.

Sayangnya, sistem demokratis yang sudah dijalankan tidak mampu mentransformasikan konflik di Papua. Dengan kata lain, keadaan di Papua tidak berubah dari sebelumnya hingga sekarang.

"Pada akhirnya hampir 50 tahun kita berhadapan dengan persoalan yang sama di Papua," ujarnya pula.

Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan kelompok kriminal bersenjata atau KKB yang melakukan kekerasan di Papua dikategorikan sebagai teroris. Kelompok sipil bersenjata di Papua dikategorikan sebagai teroris, kata Mahfud, berdasarkan ketentuan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement