REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) berharap tidak ada nama-nama yang hilang dalam dakwaan tersangka mantan menteri sosial Juliari Peter Batubara. Terdakwa perkara korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19 itu bakal menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan pada Rabu (21/4) nanti.
"Mengingat persidangan Juliari akan dilaksanakan pada Rabu nanti, ICW mengingatkan satu hal penting, jangan sampai ada nama-nama yang hilang kembali di dalam surat dakwaan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan, Selasa (20/4).
Dia mengatakan, ICW tidak ingin kejadian serupa terulang seperti saat pembacaan dakwaan penyuap Juliari, Ardian IM dan Harry Sidabukke. Dia mengatakan, ada beberapa nama yang hilang saat itu misalnya saja Ihsan Yunus dan perantaranya, Agustri Yogasmara.
"Padahal nama Ihsan Yunus dan Yogas secara klir terlihat oleh publik pada forum rekonstruksi yang dilakukan oleh penyidik," katanya.
Menurutnya, JPU KPK memiliki kewajiban untuk menjelaskan detail perkara ini dalam surat dakwaan. Dia melanjutkan, hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 143 KUHAP yakni menerangkan secara cermat, jelas dan lengkap suatu tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa.
"Bukan justru ikut-ikutan berkomplotan dengan menghilangkan nama maupun peran pihak-pihak lain," katanya.
KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus suap pengadaan bansos Covid-19 di Jabodetabek ini. KPK mentersangkakan mantan mensos Juliari Peter Batubara (JPB), dua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kemensos Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW), Direktur Utama PT Tigapilar Argo Utama Ardian Iskandar Maddanatja (AIM) serta satu pihak swasta Harry Van Sidabukke (HS).
Dalam perkembangannya, JPU KPK menuntut dua penyuap Juliari dan rekan-rekannya itu dengan dakwaan empat tahun penjara. Keduanya dinilai terbukti menyuap Juliari Rp 1,95 miliar dan Rp 1,28 miliar terkait pengadaan bansos di kemensos.
Suap diberikan melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) di kemensos. Selain hukuman kurungan, JPU juga menuntut pelaku suap tersebut dengan denda Rp 100 juta subsider empat bulan kurungan.
Kasus ini berawal ketika Juliari menunjuk dua PPK Kemensos yakni Matheus Joko Santoso dan Adi dalam pelaksanaan proyek ini dengan cara penunjukkan langsung para rekanan. KPK menduga disepakati adanya fee dari paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial.
Adapun untuk fee setiap paket bansos Covid-19 yang disepakati Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu dari nilai sebesar Rp 300 ribu. Keduanya lantas membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier sebagai rekanan penyediaan bansos pada Mei-November 2020.
Sementara, tersangka mantan menteri sosial Juliari Peter Batubara disebut-sebut menerima suap Rp 17 miliar dari “fee" pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek. Suap tersebut diterima politikus partai berlogo kepala banteng moncong putih itu melalui dua tahap.