Selasa 23 Mar 2021 21:09 WIB

KKP Ungkap Syarat Pemberian Izin Pengeboran Migas di Laut

SKK Migas telah menargetkan pengeboran minyak dan gas di 600 titik. 

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Agus Yulianto
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono (tengah) meninjau  dua armada Kapal Pengawas (KP) Hiu 16 dan Hiu 17 di Dermaga Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Batam, Kepulauan Riau.
Foto: ANTARA/Teguh Prihatna
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono (tengah) meninjau dua armada Kapal Pengawas (KP) Hiu 16 dan Hiu 17 di Dermaga Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Batam, Kepulauan Riau.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, syarat utama pemberian izin aktivitas pengeboran eksplorasi minyak dan gas (migas) di laut. Syarat itu adalah bahwa pengeboran bertanggung jawab yang disertai pemulihan. 

Hal ini disampaikan ketika menjadi pembicara utama dalam webinar yang diselenggarakan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) bertajuk "Pemanfaatan Anjungan Minyak dan Gas Lepas Pantai untuk Kepentingan Sektor Kelautan dan Perikanan" secara daring pada Selasa (23/3).

"Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) telah menargetkan pengeboran minyak dan gas di 600 titik di wilayah Indonesia pada 2021," ujar Trenggono.

Dengan adanya kegiatan tersebut, lanjut Trenggono, juga akan berdampak langsung pada lingkungan laut yang terdapat ekosistem yang besar di dalamnya. Hal inilah yang menjadi fokus Trenggono yang mana sebagai nahkoda Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menginginkan adanya aktivitas di laut yang bertanggung jawab.

"Adalah tugas saya dan KKP menjaga ekosistem laut Indonesia. Kalau itu kita berikan izin pengeboran maka harus ada tanggungjawab oemulihant. Karena jika ada pengeboran maka itu akan berdampak buruk kalau tidak dilakukan pemulihan. Bagaimana cara pemulihannya," ungkap Trenggono. 

Trenggono juga meminta segala aktivitas yang dilakukan di laut dapat dikoordinasikan dengan KKP agar dapat ditelaah kembali dampak baik maupun dampak buruk dari kegiatan tersebut.

"Koordinasikan dengan KKP semua aktivitas yang dilakukan di laut, misal pengeboran. Agar bisa secara bersama-sama kita telaah, kita hitung betul bagaimana dampaknya. Kalau itu dilakukan pengeboran, seberapa besar nilai manfaatnya dibanding dengan jumlah kerusakannya, bagaimana pemulihannya," ucap Trenggono.

Trenggono menyampaikan, ekosistem berkelanjutan kelautan dan perikanan merupakan salah satu aspek penting yang ingin KKP capai. Namun untuk dapat sampai ke tahap tersebut, Trenggono yakin, berbagai macam upaya dapat dilakukan secara maksimal dengan adanya kolaborasi dari berbagai pihak dan pemangku kepentingan, salah satunya PII sebagai komunitas yang memiliki banyak ahli di bidang kelautan oerikanan dengan basis ilmu terbarukan.

"Dari sisi keilmuan saya yakin banyak insinyur-insinyur di sini yang sangat paham mengenai bagaimana cara menjaga keberlanjutan ekosistem kelautan dan perikanan. Tentang air laut itu seperti apa dan bagaimana, terumbu karang itu seperti apa, dan lainnya, semuanya berimplikasi pada lingkungan," sambung Trenggono.

Dalam kesempatan tersebut Trenggono juga menyampaikan harapannya agar KKP melalui jajarannya dan seluruh partner termasuk PII dapat menciptakan zona ekonomi yang bisa memberi manfaat bagi kehidupan, namun di sisi lain juga menjadi suatu wilayah yang sustain.

"Ekosistem yang seimbang ini harus tercipta. Jadi secara ekonomi bagus dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat, namun secara lingkungan juga bisa terjaga dengan baik," kata Trenggono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement