Jumat 19 Mar 2021 00:09 WIB

Rapat DPR-BNN Sempat Bahas Relaksasi Ganja untuk Medis

Usulan relaksasi ganja hadir dengan alasan untuk kebutuhan kesehatan atau medis.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Kepala BNN Petrus R. Golose (tengah) mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/3/2021). Rapat tersebut membahas pemetaan jaringan sindikat narkotika di Indonesia serta pencegahan dan upaya pemberantasan narkotika di lingkungan Lapas/Rutan.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Kepala BNN Petrus R. Golose (tengah) mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (18/3/2021). Rapat tersebut membahas pemetaan jaringan sindikat narkotika di Indonesia serta pencegahan dan upaya pemberantasan narkotika di lingkungan Lapas/Rutan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menyampaikan masukan ihwal pertimbangan relaksasi ganja khusus untuk kesehatan dan alasan medis. Hal tersebut disampaikan dalam rapat dengar pendapat DPR bersama Badan Narkotika Nasional (BNN), Kamis (18/3), karena ia telah menerima berbagai masukan dari berbagai pihak.

"Banyak suara yang kami terima, bahkan non-goverment dari luar negeri juga datang untuk mengadvokasi, ada relaksasi ketentuan ganja untuk kesehatan," ujar Arsul.

Baca Juga

Arsul menegaskan, relaksasi ganja ini hadir dengan alasan untuk kebutuhan kesehatan atau medis. Apalagi terdapat beberapa kasus yang diproses oleh polisi, karena si pemakai menggunakan ganja sebagai obat.

Wakil Ketua Umum PPP itu menanyakan, apakah hal tersebut dapat diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Meskipun Arsul mengakui, hal ini akan menimbulkan kontroversi dalam pembahasannya di Indonesia.

"Harus digarisbawahi ini untuk kesehatan, dalam ketentuan nya saat ini masih sempit sekali peluangnya. Kita sudah saksikan kasus seperti Fidelis di Kalimantan Barat dan kasus lain," ujar Arsul.

Kepala BNN Irjen Polisi Petrus Reinhard Golose mengatakan, ganja memang tengah populer di sejumlah negara yang melegalkannya. Kepopulerannya semakin bertambah ketika Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) menngeluarkannya dari kategori narkotika yang berbahaya.

"Jadi dari the most dangerous subtances, menjadi hanya dangerous," ujar Petrus.

Sebanyak 48 dari 50 negara bagian di Amerika Serikat juga sudah melegalkan ganja sebagai bagian dari rekreasional. Namun, penggunaannya harus mematuhi syarat dan aturan yang rumit.

Meski begitu, sebanyak 70 persen negara di dunia masih menolak ganja sebagai bagian dari rekreasional. Mayoritas negara juga masih belum merelaksasi ganja sebagai bagian untuk pengobatan.

"Dari negara yang ada di dunia masih di atas 70 persen yang tidak melegalkan untuk rekreasional. Tapi untuk kesehatan lain lagi pembicaraannya, tetapi rata-rata untuk kesehatan yang dilegalkan masih sangat amat sedikit," ujar Petrus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement