Jumat 12 Mar 2021 14:35 WIB

Kemenhan Bantah Pembentukan Komcad Buang-Buang Anggaran

Jubir Menhan menyebut Komando Cadangan justru upaya negara mengefisiensi anggaran.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Yudha Manggala P Putra
Ilustrasi. (Foto diambil sebelum masa pandemi Covid-19).
Foto: Antara/Adeng Bustomi
Ilustrasi. (Foto diambil sebelum masa pandemi Covid-19).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak, membantah kritik yang menyatakan pembentukan Komponen Cadangan (Komcad) pemborosan biaya negara. Menurut dia, program Komcad justru merupakan upaya negara melakukan efisiensi anggaran.

"Justru Komcad itu upaya negara, dalam hal ini Kementerian Pertahanan (Kemenhan), melakukan penghematan efisiensi terhadap anggaran," ujar Dahnil dalam diskusi yang digelar Universitas Muhammadiyah Malang dan disiarkan secara daring, Jumat (12/3).

Dahnil kemudian membandingkan biaya untuk membentuk satu prajurit tamtama dengan satu orang anggota Komcad. Dia menerangkan, dalam membentuk satu prajurit tamtama setidaknya membutuhkan anggaran sekitar Rp 88-100 juta. Setelah menjadi prajurit organik, prajurit tamtama juga diberi gaji dan biaya lain-lainnya.

Sementara itu, untuk mendidik satu anggota Komcad hanya membutuhkan anggaran kurang lebih sebesar Rp 30 juta. Lalu, negara juga tidak memiliki kewajiban untuk memberi gaji anggota Komcad ketika mereka sudah selesai menjalani pendidikan dan kembali ke profesi mereka semula.

"Tapi negara punya Komcad yang sudah terlatih dan siap bertugas kapan pun ketika dipanggil. Jadi kalau dibilang apakah ini militerisasi? Justru tidak karena negara tidak menambah tentara organik. Negara hanya mempersiapkan tentara yang akan bekerja ketika kita di bawah ancaman perang," jelas dia.

Dia kemudian menengok kondisi di Amerika Serikat (AS). Menurut dia, tentara organik di negeri Paman Sam lebih sedikit ketimbang prajurit yang semacam Komcad di sana. Menurut dia, itu terjadi juga masih dalam rangka melakukan efisiensi. Dia juga menyebut itu pun dilakukan oleh Singapura, yang jumlah Komcadnya lebih banyak ketimbang tentara organiknya.

"Kenapa? Kalau kita hire, kita rekrut tentara banyak potensinya malah. Militerisasi itu akan terjadi di satu sisi. Di sisi lain, cost negara terlalu besar," kata Dahnil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement