REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian menjelaskan perihal penetapan enam almarhum Laskar Front Pembela Islam (FPI) sebagai tersangka kasus penyerangan kepada anggota polisi di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek. Hal itu sebagai proses administrasi untuk menghentikan penyidikan perkara tersebut.
"Jadi tidak berhenti penetapan tersangka, kesannya sekarang kan berhenti di penetapan tersangka. Ini akan kita lemparkan ke Jaksa, (nanti) Jaksa akan berikan petunjuk, pasti endingnya penghentian," ungkap Andi Rian saat dikonfirmasi, Jumat (5/3).
Menurut Andi Rian, pengirman berkas perkara tersebut sebagai proses administrasi untuk menghentikan proses penyidikan perkara tersebut. Terlebih, sudah mengirimkan Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan (SPDP) pada akhir Desember tahun lalu. Sehingga hasil dari ekspose bersama dengan Jaksa peneliti memungkinkan untuk penyidik kepolisian mengerjakan berkas itu meski tersangka sudah meninggal dunia.
"Gak mungkin sepihak polisi terus menghentikan. Kan nanti malah yang keluar tidak objektif, kan gitu kan. jadi tetap, karena kan tidak terlepas dari itu," ujar Andi Rian.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan Polri resmi menghentikan perkara tersebut. Maka dengan demikian, seluruh penyidikan perkara tersebut dan status tersangka pada enam almarhum Laskar FPI tersebut sudah tidak berlaku di mata hukum. Penghentian kasus ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 109 KUHP karena tersangka sudah meninggal dunia.
"Kasus penyerangan di Tol Jakarta-Cikampek dihentikan. Dengan begitu, penyidikan serta status tersangka sudah gugur," kata Argo.
Namun disisi lain, terkait dengan kasus ini, kata Argo, aparat kepolisian sudah menerbitkan Laporan Polisi (LP) soal dugaan adanya Unlawful Killing di kasus penyerangan Laskar FPI tersebut. Setidaknya ada tiga polisi dari jajaran Polda Metro Jaya yang sudah berstatus terlapor. Hal itu sebagaimana dengan instruksi Kapolri untuk menjalankan rekomendasi dan temuan dari Komnas HAM soal perkara ini.
"Rekomendasi dan temuan Komnas HAM, kami sudah jalankan. Saat ini masih terus berproses," tutur Argo.