REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum Djoko Tjandra, Soesilo Ariwibowo, menilai penuntut umum keliru memberikan tuntutan empat tahun penjara terhadap kliennya. Menurutnya, penuntut umum hanya menyalin dakwaan milik Pinangki Sirna Malasari.
"Ya, salah lihat tuntutan itu, JPU copy paste dengan dakwaan dan kasus Pinangki. Mereka keliru meletakkan posisi Djoko Tjandra sebagai pelaku utama, dia sebenarnya kan korban, " kata Soesilo kepada Republika, Kamis (4/3).
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Djoko Tjandra. Penuntut Umum menyatakan terdakwa perkara pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) serta penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi berupa suap kepada pejabat penyelenggara negara.
Soesilo menegaskan, pihaknya akan menolak semua argumentasi penuntut umum di dalam nota pembelaan yang akan disampaikan pekan depan. "Prinsipnya akan menolak semua argumentasi Jaksa Penuntut Umum," tegasnya.
Dalam menyusun tuntutan terdapat beberapa pertimbangan yang diambil oleh penuntut umum. Untuk hal yang memberatkan, Djoko Tjandra dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam rangka menyelenggarakan penyelenggara negara yg bersih dan bebas dari korupsi.
Sementara hal yang meringankan, Djoko Tjandra dianggap sopan di persidangan. Dalam amar tuntutan, penuntut umum juga menolak permohonan Djoko Tjandra untuk menjadi justice collaborator atas surat yang diajukan tertanggal 4 Februari 2021.
Penuntut umum menganggap Djoko Tjandra merupakan pelaku utama dalam kasus dugaan suap pejabat negara. Hal tersebut karena Djoko Tjandra berposisi sebagai pihak pemberi suap.
"Menyatakan permohonan terdakwa Joko Soegiarto Tjandra untuk menjadi justice collaborator tidak diterima," ucap dia.
Djoko Tjandra didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.