Kamis 25 Feb 2021 15:01 WIB

Ini Respons KSPI Soal Aturan Turunan UU Cipta Kerja 

KPSI menyayangkan sikap pemerintah menerbitkan aturan turunan UU Cipta Kerja

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal
Foto:

Adapun, sejumlah catatan KSPI terhadap aturan turunan UU Cipta Kerja 

PP No 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan TKA  

(1) TKA bisa bekerja di Indonesai hanya dengan memiliki RPTKA yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk, yang diajukan secara daring. 

(2) TKA bisa masuk tanpa mendapat penesahan RPTKA, pada jenis kegiatan produksi yang terhenti karena keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan (startup) berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu. 

PP No 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja 

(1) Konpensasi untuk PKWT yang diberhentikan sebelum berakhirnya masa kontrak lebih rendah dari UU Ketenagakerjaan, yang mewajibkan ganti rugi sebesar upah selama sisa kontrak yang belum dijalankan. 

(2) Keberadaan Perusahaan Alih Daya tidak ada batasan untuk jenis pekerjaan yang boleh menggunakan pekerja alih daya. 

(3) Istirahat Panjang menggunakan farasa “dapat berikan”, sehingga bukan lagi menjadi kewajiban. Selain itu, Tidak ada kejelasan, berapa lama istirahat Panjang bisa diberikan. 

(4) Adanya pengaturan pesangon hanya 0,5% untuk PHK karena alasan Perusahaan tutup yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun atau mengalami kerugian tidak secara terus menerus selama 2 (dua) tahun maka Pekerja/ Buruh, alasan Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure), dan pesangon 0,75% untuk PHK karena alasan keadaan memaksa (force majeure) yang tidak mengakibatkan Perusahaan tutup.

PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan 

(1) Adanya upah per jam yang tidak ada batasan, jenis industri apa saja yang boleh menerapkan. Bisa saja semua industry akan menerapkan system upah per jam. 

(2) Ada syarat tertentu untuk menetapkan UMK, yaitu: (a) rata-rata pertumbuhan ekonomi kabupaten/ kota yang bersangkutan selama 3 (tiga) tahun terakhir dari data yang tersedia pada periode yang sama, lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi; atau (b) Nilai pertumbuhan ekonomi dikurangi inflasi kabupaten/kota yang bersangkutan selama 3 (tiga) tahun terakhir dari data yang tersedia pada periode yang sama, selalu positif dan lebih tinggi dari nilai provinsi. 

(3) Menegaskan larangan ditetapkannya UMSK. 

PP No 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan JKP 

(1) Sumber pendanaan JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan rekomposisi dari iuran program JKK dan JKM, sehingga berpotensi menyebabkan kenaikan iuran BPJS Ketenagakerjaan jika dana yang ada tidak mencukupi. 

(2) Manfaat JKP tidak diterima bagi pekerja yang mengundurkan diri, ini jelas tidak adil. Karena tidak semua alasan mengundurkan diri karena buruh sudah tidak mau bekerja. Manfaat JKP bagi PKWT hanya diberikan apabila di PHK sebelu, berakhirnya jangka waktu kontrak. Sangat tidak adil. Bagaimana dengan yang kehilangan pekerjaan karena tidak diperpanjang kontraknya? 

(3) Manfaat yang didapat relative kecil, karena hanya sebesar 45 % (empat puluh lima persen) dari Upah untuk 3 (tiga) bulan pertama; dan sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari Upah untuk 3 (tiga) bulan berikutnya.  

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement