Rabu 24 Feb 2021 19:09 WIB

Usul Pembangunan Waduk di Kemang yang tak Mungkin Terwujud

Sumur resapan menjadi solusi paling mungkin atasi banjir di Kemang.

Karyawan menjemur perabotan kantor pascabanjir di salah satu bank swasta di Kemang, Jakarta, Senin (22/2/2021). Karyawan pertokoan, perkantoran hingga perbankan mulai membersihkan sisa lumpur dari banjir yang melanda kawasan tersebut pada Sabtu (20/2/2021).
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Karyawan menjemur perabotan kantor pascabanjir di salah satu bank swasta di Kemang, Jakarta, Senin (22/2/2021). Karyawan pertokoan, perkantoran hingga perbankan mulai membersihkan sisa lumpur dari banjir yang melanda kawasan tersebut pada Sabtu (20/2/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Flori Sidebang

Banjir di kawasan Kemang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, menjadi perhatian pada akhir pekan lalu. Sebagai kawasan elite Kemang sebenarnya tidak pernah lepas dari perangkap banjir.

Baca Juga

Pada Sabtu (19/2) banjir bahkan menggenangi kawasan utama Kemang hingga 1,5 meter. Sebagai solusi, sejumlah pihak mengusulkan agar dibangun waduk atau embung di sana guna menampung luapan Kali Krukut. Namun, pemerintah daerah menyebut, wacana itu amat sulit diwujudkan.

Plt Wali Kota Jakarta Selatan, Isnawa Adji, mengatakan, membangun waduk atau embung di kawasan padat bangunan seperti di Kemang sulit dilakukan. Hampir semua lahan sudah diisi berbagai bangunan.

Jika pun mau mengambil lahan yang sudah ada bangunan, kata dia, tentu butuh biaya yang besar untuk membeli tanah. Sebab, Kemang hari ini sudah berubah menjadi kawasan pusat bisnis, perdagangan jasa, dan juga kuliner.

"Selain kendala harga tanah, belum tentu juga semua warga rela melepas tanahnya di Kemang," kata Isnawa kepada Republika, Rabu (24/2).

Camat Mampang Prapatan, Djaharuddin, menyampaikan hal serupa. Di Kawasan Kemang yang secara administratif masuk Kelurahan Bangka itu, kata dia, kini sudah tidak ada lagi lahan kosong.

"Kalau di Bangka kan sudah penuh dengan bangunan. Kalau lahan kosong yang bisa dimanfaatkan itu ada di Kelurahan Cipete, Kecamatan Cilandak. Kan tidak harus di Kemang," ujar Djaharuddin.

Untuk diketahui, Kelurahan Cipete berada di sisi barat Kali Krukut. Sedangkan Kawasan Kemang atau Kelurahan Bangka berada di sisi timur Kali Krukut.

Lantaran terbatasnya lahan, menurut Isnawa, upaya pencegahan banjir yang memungkinkan adalah membuat sumur resapan. Pembangunannya harus dilakukan secara masif. Sumur resapan harus dibangun di tiap pemukiman, bangunan, perkantoran, sarana pendidikan, dan di tiap taman.

"Sumur resapan bisa menjadi alternatif mengurangi dampak genangan dan banjir selain tentunya normalisasi serta pelebaran kali," kata Isnawa.

Kendati yakin sumur resapan efektif mencegah banjir, Isnawa mengakui pembangunannya masih minim di Kawasan Kemang. Pembangunan sumur resapan baru sebatas di area milik pemerintah daerah seperti kantor kelurahan, taman, sekolah, masjid, dan gereja.

"Jumlahnya memang belum banyak. Saya belum pegang datanya tapi ya masih sedikit (sumur resapan)," kata dia.

Kali Krukut adalah sungai sepanjang kurang dari 40 km yang mengalir dari Situ Citayam, Bogor, Depok, Jagakarsa, Cilandak, Pasar Minggu, Kemang (Mampang Prapatan), Gatot Subroto, Setiabudi, Tanah Abang, Pecinan Glodok. Kemudian bercabang di bawah Jembatan Toko Tiga Pancoran, melewati Pertokoan Gloria sampai di Bawah Jembatan Harco, hingga berakhir di Banjir Kanal Barat (menyatu dengan Kali Ciliwung).

Pada Sabtu (20/1) lalu, kali itu kembali meluap. Akibatnya banjir setinggi 1,5 meter menerjang Kawasan Kemang. Dua titik di antaranya adalah Jalan Kemang Raya dan Jalan Kemang Selatan VIII. Puluhan toko, rumah, restoran, dan mobil terendam. Kerugian ditaksir miliaran rupiah.

Sebagai solusinya, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, mengusulkan agar Gubernur DKI Jakarta segera memperlebar Kali Krukut dan membangun waduk di Kemang. "Untuk kasus Kali Krukut dan Kemang, maka yang harus dilakukan adalah pelebaran Kali Krukut, pembangunan waduk baru di Kemang, memperbesar saluran air serta meninjau dan membatasi izin pembangunan di wilayah Kemang," kata Nirwono.

Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono, juga menyarankan hal serupa. Selain perlu dilakukan normlisasai Kali Krukut, kata dia, perlu dibganun embung atau waduk di Kemang.

Terkait minimnya lahan di Kemang, menurut Gembong, itu hanya soal kemauan politik. "Kalau ada skala prioritas membangun embung, pasti ada lahannya. Memang harus dilakukan pembebasan lahan," kata dia kepada Republika, Rabu.

Ia pun meminta Pemerintah Provinsi DKI untuk segera membuat kajian terkait pembangunan waduk di Kemang. Jika kajiannya rampung tahun ini, maka dana untuk pembebasan lahannya bisa dimasukkan dalam pos anggaran tahun depan. "Terkait anggaran saya kira tidak ada masalah," kata Gembong.

Ada salah satu cara lain yang juga sedang diupayakan Pemprov DKI Jakarta untuk mengatasi banjir. Yakni dengan membangun sumur resapan. Tidak tanggung-tanggung DKI memiliki target pembangunan 1,8 juta sumur resapan.

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, namun mengatakan program pembangunan 1,8 juta sumur resapan di Ibu Kota untuk menanggulangi banjir merupakan proyek jangka panjang. Sehingga menurut Ariza, pembangunannya pun membutuhkan waktu yang cukup lama.  

"Yang dimaksud 1,8 juta itu (sumur resapan) kebutuhan Jakarta, bukan harus dipenuhi dalam lima tahun atau dalam satu tahun. Tidak mungkin, itu kebutuhan Jakarta sejauh ini," kata Ariza di Balai Kota Jakarta, Rabu (24/2).

Ariza menuturkan, hal ini hampir serupa dengan pembangunan Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta yang juga dikerjakan dalam jangka waktu cukup lama. Menurut dia, program pembangunan 1,8 juta sumur resapan ini pun merupakan poyek berkelanjutan yang harus diteruskan oleh gubernur-gubernur Jakarta berikutnya.

Ia menilai, pembangunan sumur resapan atau drainase vertikal ini bahkan mungkin membutuhkan waktu hingga empat periode jabatan gubernur. "Apa mungkin satu periode? Tidak mungkin. Mungkin 2, 3, 4 periode ke depan. Memang ini membutuhkan waktu," ujar dia.

"Jadi sekali lagi 1,8 sumur itu adalah kebutuhan kita di Jakarta seluruhnya. Dan akan dikerjakan oleh setiap periode ke periode, gubernur ke gubernur," imbuhnya.

Meski demikian, sambung Ariza, pembangunan 1,8 juta sumur resapan ini tidak hanya dikerjakan oleh Pemprov DKI. Namun, pihak swasta, seperti pemilik apartemen, perkantoran, dan industri juga bertanggung jawab dalam pembangunan itu.

Ia menilai, program ini pun harus mendapat dukungan dari para warga. "Setiap warga nanti kita minta juga membangun sumur resapan di rumah masing-masing, terlebih di daerah yang berpotensi banjir. Baru yang ketiga itu menjadi kewajiban kami, baik pemprov, maupun BUMD untuk bangun sumur resapan," jelas dia.

Sebelumnya, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta mengungkapkan telah membangun sebanyak 2.974 titik sumur resapan di Ibu Kota untuk mencegah terjadinya banjir. Jumlah itu dilakukan selama periode tahun 2020.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement