Kamis 18 Feb 2021 21:35 WIB

PPATK-Polri Sepakat Tingkatkan Penerapan TPPU

Peningkatan penerapan pasal TPPU ini dalam upaya meningkatkan pemulihan aset negara.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae
Foto: undefined
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae mengatakan PPATK dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sepakat meningkatkan penerapan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk setiap kejahatan ekonomi yang ditangani Kepolisian. Peningkatan penerapan pasal TPPU ini dalam upaya meningkatkan asset recovery (pemulihan aset negara).

"Selain itu, menimbulkan efek jera dan deterrent terhadap pelaku atau calon pelaku tindak pidana perekonomian," kata Kepala PPATK Dian Ediana Rae dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (18/2).

Baca Juga

Dian mengatakan tindak pidana yang akan menjadi perhatian khusus adalah tindak pidana yang menurut penilaian risiko nasional (National Risk Assessment) merupakan tindak pidana yang berisiko tinggi, dan tindak pidana lainnya yang dianggap membahayakan perekonomian dan sistem keuangan nasional. Tindak pidana yang dimaksud antara lain tindak pidana narkotika, tindak pidana korupsi, dan tindak pidana di bidang keuangan, sekaligus dengan tindak pidana pencucian uang.

Kepala PPATK melakukan pertemuan dengan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, Kamis, yang didampingi oleh Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Irjen Pol Ferdy Sambo, Kepala Divisi Humas Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helmy Santika, dan Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Brigjen Pol Djoko Poerwanto.

Pertemuan Kepala PPATK dengan Kapolri tersebut dalam angka optimalisasi pencegahan dan pemberantasan TPPU dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT). Turut mendampingi Kepala PPATK yakni Deputi Bidang Pencegahan Muhammad Sigit dan Deputi Bidang Pemberantasan Ivan Yustiavandana.

Dian menambahkan dalam kaitannya dengan kejahatan narkotika, kasus-kasus narkotika di Indonesia masih tergolong sangat tinggi yang memerlukan penanganan lebih terkoordinasi. Kejahatan narkotika merupakan kejahatan transnasional dengan melibatkan berbagai yurisdiksi sehingga memerlukan koordinasi lintas negara yang semakin baik.

PPATK telah menyampaikan beberapa Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan kepada BNN dan Polri tetapi tindak lanjut khususnya yang terkait dengan penerapan TPPU masih perlu dioptimalkan.

Di sisi lain, modus dan polat ransaksi pelaku narkotika semakin hari semakin kompleks yang tidak hanya memanfaatkan lembaga keuangan bank tetapi juga pedagang valuta asing dan money remittance. Bahkan akhir-akhir ini diduga transaksi narkotika memanfaatkan sistem Hawala melalui usaha money remittance.

Dian mengatakan PPATK, Polri, dan BNN akan berkoordinasi lebih lanjut mengenai penanganan TPPU dari kasus narkotika. Terkait dengan upaya mengoptimalkan asset recovery, PPATK juga mendorong Polri dan BNN agar sejak awal penanganan perkara sudah melibatkan Kementerian Hukum dan HAM selaku central authority dalam rangka menarik dana hasil kejahatan narkotika di luar negeri melalui skema Mutual Legal Assistance (MLA).

Sementara itu dalam kaitannya dengan tindak pidana korupsi, PPATK akan meningkatkan kerjasama dengan Polri, Kejaksaan, dan KPK guna mengoptimalkan tindak lanjut dari Hasil Analisis (HA) dan Hasil Pemeriksaan (HP) yang dilakukan oleh PPATK. Khusus yang terkait dengan Kepolisian, PPATK akan mendukung peningkatan kuantitas maupun kualitas penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Polri.

PPATK dan Kepolisian juga sepakat untuk mendukung keputusan Komite TPPU untuk membangun data statistik tindak pidana ekonomi, termasuk tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme yang bersifat nasional dan terintegrasi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement