Sabtu 06 Feb 2021 22:28 WIB

Kader PKB Diminta Setop Bahas Revisi UU Pemilu

PKB mendukung pilkada serentak nasional sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Indira Rezkisari
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai revisi UU Pemilu tidak bisa dilakukan dengan terburu-buru.
Foto: MUHAMMAD BAGUS KHOIRUNAS/ANTARA FOTO
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai revisi UU Pemilu tidak bisa dilakukan dengan terburu-buru.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai revisi UU Pemilu tidak bisa dilakukan dengan terburu-buru. Partai berlogo bola dunia dikelilingi sembilan bintang itu menilai kalau revisi UU Pemilu membutuhkan keterlibatan aktif semua elemen masyarakat sipil.

"Agar keinginan memperbaiki undang-undang pemilu dapat dihindarkan dari jebakan interest politik jangka pendek yang bersifat elitis seperti yang sering terjadi pada pembahasan regulasi pemilu sebelumnya," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Fraksi PKB Luqman Hakim dalam keterangan, Sabtu (6/2).

Baca Juga

Dia mengatakan, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar telah memerintahkan fraksi PKB di DPR RI agar menghentikan pembahasan draft RUU Pemilu yang saat ini sedang berjalan. Lanjutnya, Cak Imin menugaskan fraksi PKB untuk mendukung pilkada serentak nasional sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016.

Dia mengatakan, PKB menilai pandemi Covid-19 saat ini menjadi hambatan serius bagi upaya melibatkan partisipasi publik dalam pembahasan revisi UU pemilu. Menurutnya, seluruh energi dan sumber daya bangsa sebaiknya dikerahkan untuk menangani dampak pandemi baik ekonomi, kemiskinan, pengangguran hingga pendidikan.

"Pemerintah perlu diberikan kesempatan yang leluasa mengatasi masalah-masalah ekstra mendesak tersebut," katanya.

Luqman mengatakan, PKB memandang revisi harus dilakukan dengan mencakup masalah-masalah mendasar yang menjadi temuan kekurangan pada pelaksanaan Pemilu 2019. Misalnya, banyaknya penyelenggara pemilu yang meninggal dunia pada 2019 akibat aturan penghitungan suara yang harus selesai pada hari pemungutan suara.

Masalah lainnya adalah UU Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur pemilu gagal mencapai tujuan memperkuat sistem presidensialisme dan penyederhanaan partai politik. Dia menilai bahwa manuver Presiden Jokowi mengajak kubu Prabowo Subianto ke dalam koalisi pemerintah adalah upaya membangun efektivitas pemerintahan yang gagal dihasilkan pemilu.

Walaupun demikian, Luqman menilai partisipasi politik perempuan mengalami kemajuan, aturan pemilu belum cukup kuat memberikan afirmasi kepada kaum perempuan. Dia juga mengatakan tidak ada keharusan dalam aturan pemilu kepada partai politik untuk menempatkan caleg perempuan pada nomor urut satu pada sebagian daerah pemilihan.

"Aturan pemilu hanya mewajibkan setiap tiga daftar caleg dalam satu daerah pemilihan harus ada unsur perempuan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement