REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan agar pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak dilaksanakan pada 2026. Pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota beserta wakilnya pada tahun itu digelar bersamaan dengan pemilihan legislatif (pileg) untuk anggota DPRD provinsi, kabupaten, dan kota.
"Desain Pemilu Daerah Serentak 2026 yaitu untuk memilih kepala daerah prov/kab/kota serentak (bersamaan) dengan pemilu anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota," ujar Anggota KPU RI Hasyim Asy'ari dalam keterangan tertulisnya, Jumat (5/2).
Dalam rangka penataan desain keserentakan pemilu, menurut dia, pada pemilu serentak nasional 2024 hanya dilaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), pileg untuk anggota DPR RI, serta DPD RI. Sebab, tujuan pemilu ialah membentuk pemerintahan, relasi eksekutif dan legislatif.
"Karena itu pemilu diselenggarakan serentak antara pemilu untuk memilih pejabat eksekutif dan legislatif," kata Hasyim.
Ia menuturkan, pemilu serentak nasional sudah ada pola keserentakan lima tahunan dan sudah dipraktikkan dalam Pemilu 2019. Regularisasi desain lima tahun berikutnya adalah penyelenggaraan Pemilu 2024.
Sementara, pilkada serentak yang telah berlangsung selama ini, yakni pada 2015, 2017, 2018, dan 2020, baru tercapai keserentakan pemungutan suara. Akan tetapi, menurut Hasyim, belum mampu menata keserentakan masa jabatan kepala daerah dan membentuk pemerintahan daerah karena pilkada tidak berbarengan dengan pileg anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota.
"Selama pemilu 2004, 2009, 2014 dan 2019 belum sinkron dengan pilkada 2005, 2006, 2007, 2008, 2010, 2011, 2012, 2013, 2015, 2017, 2018 dan 2020. Masa jabatan kepala daerah masih beragam dan tidak sinkron dengan masa jabatan anggota DPRD," tutur Hasyim.
Namun, kata dia, ada konsekuensi dari desain pemilu daerah serentak 2026. Pertama, kepala daerah hasil pilkada 2017, 2018, dan 2020, masa jabatannya diperpanjang menjadi lebih dari lima tahun, sampai dilantiknya kepala daerah hasil pemilu daerah serentak 2026.
Kedua, perpanjangan masa jabatan juga berlaku bagi anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota hasil pemilu 2019. Masa jabatannya tidak berhenti pada 2024, tetapi diperpanjang sampai dengan dilantiknya anggota dewan hasil pemilu daerah serentak 2026.
"Desain kerentakan pemilu daerah serentak 2026 sebagai bentuk win-win solution, membuat happy dan nyaman banyak pihak, baik kepala daerah definitif maupun anggota DPRD, dengan perpanjangan masa jabatan sampai dengan 2026," kata Hasyim.
Menurut dia, pemerintah pun tidak perlu menyediakan penjabat (pj) kepala daerah untuk durasi waktu yang panjang. Selain itu, kata Hasyim, desain pemilu nasional serentak 2024 dan pemilu daerah serentak 2026 itu berdasarkan sejumlah pertimbangan dari aspek tata kelola pemilu.
Biaya penyelenggaraan pemilu alokasi terbesar sekitar 70 persen adalah honor penyelenggara. Menurut Hasyim, pelaksanaan pemilu nasional serentak 2024 (pilpres, pileg DPR, dan DPD) dan pemilu daerah serentak 2026 (pilkada provinsi/kabupaten/kota dan pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota) dapat lebih efisien.
Selama ini, biaya pemilu anggota DPRD bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), sedangkan pilkada bersumber dari daerah (APBD). Padahal tujuannya membentuk pemerintahan daerah yakni kepala daerah dan anggota DPRD, tetapi sumber biaya pemilihannya berbeda.
Mestinya, menurut Hasyim, ke depan pembiayaan pemilu baik nasional maupun daeran berasal dari satu sumber yaitu APBN. Selain itu juga beban kerja penyelenggara pemilu tidak terlalu berat, karena terjadi pembagian beban kerja dengan durasi yang memadai untuk persiapan penyelenggaraan.
"Keserentakan dalam hal ini (pemilu nasional serentak dan pemilu daerah serentak) dimaksudkan adalah hari-H coblosan dilaksanakan pada hari yang sama," kata dia.