Jumat 05 Feb 2021 07:18 WIB

KPU Ungkap Problematika Pilkada Serentak 2024

Pemilu dan Pilkada serentak 2024 menjadi beban berat bagi penyelenggara pemilihan

Rep: Mimi Kartika/ Red: Hiru Muhammad
Suasana sidang perselisihan hasil Pilkada 2020 di ruang sidang panel III Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (26/1). Mahkamah Konstitusi (MK) mulai menyidangkan perselisihan hasil Pilkada 2020 dengan agenda pemeriksaan pendahuluan terhadap 35 perkara dari total 132 perkara yang terdaftar. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Suasana sidang perselisihan hasil Pilkada 2020 di ruang sidang panel III Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (26/1). Mahkamah Konstitusi (MK) mulai menyidangkan perselisihan hasil Pilkada 2020 dengan agenda pemeriksaan pendahuluan terhadap 35 perkara dari total 132 perkara yang terdaftar. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari menuturkan sejumlah permasalahan ketika pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak dilaksanakan di tahun yang sama pada 2024.

Pada pemilu serentak 2024 maka ada pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres), pemilihan legislatif (pileg) untuk DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, DPD RI, dan pilkada."Desain tersebut mengundang sejumlah problematika," ujar Hasyim dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/2).

Ia menjelaskan, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, penetapan pasangan calon terpilih paling lambat 14 hari sebelum berakhirnya masa jabatan presiden dan wakil presiden. Masa jabatan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin akan berakhir pada 2024.

Pada tahun-tahun sebelumnya, pemungutan suara pilpres digelar April untuk mengantisipasi adanya pengajuan sengketa hasil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara itu, dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan gubernur dan wakilnya, bupati dan wakilnya, serta wali kota dan wakilnya di seluruh Indonesia dilaksanakan pada November 2024.

Menurut Hasyim, kategori pemilih dan teknis pemutakhiran data pemilih dalam pemilu nasional dan pilkada berbeda. Maka, tahapan tersebut berjalan masing-masing dan saling bersinggungan.

Kemudian, kata Hasyim, persoalan lainnya terkait siapa yang dapat mencalonkan dalam pilkada. Apakah partai politik peserta pemilu nasional 2024 atau partai politik peserta pemilu 2019 lalu, karena disebutkan yang dapat menjadi peserta pilkada dari jalur partai berasal dari partai politik yang menjadi peserta pemilu sebelumnya.

Berikutnya, permasalahan ukuran yang digunakan dalam pencalonan, apakah perolehan suara atau kursi hasil pemilu nasional 2024 atau hasil pemilu 2019. Apabila ukuran pencalonan digunakan hasil pemilu 2019, bagaimana nasib partai peserta pemilu 2024 yang memperoleh suara/kursi.

Selain itu, lanjut Hasyin, pelaksanaan pemilu nasional dan pilkada serentak nasional 2024 merupakan beban kerja yang berat bagi penyelenggara pemilihan. Penyelenggara pemilihan akan melaksanakan tujuh jenis pemilihan pada tahun yang sama, yakni pilpres, pemilihan anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, pemilihan gubernur, serta pemilihan bupati/wali kota."Tersebut beberapa topik yang perlu dibahas dan dicarikan jalan keluar dalam regulasi Pemilu dan Pilkada 2024," tutur Hasyim.

Untuk diketahui, revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) menjadi salah satu program legislasi nasional (prolegnas) 2020. Dalam naskah Rancangan UU (RUU) Pemilu per 26 November 2020 yang masuk proses harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR.

RUU itu juga merevisi UU Pilkada. Salah satu yang menjadi persoalan adalah Pilkada serentak tidak digelar 2024, melainkan pilkada 2022 dan 2023 tetap dilaksanakan. Namun, usulan ketentuan ini menimbulkan polemik, hingga ada dorongan untuk menunda revisi. Sampai saat ini DPR belum mengesahkan prolegnas prioritas 2021.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement