REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) mencatat pemerintah masih menunggak membayar klaim pelayanan kesehatan rumah sakit (RS) rujukan Covid-19 hampir sebesar Rp 1 triliun. Tagihan yang belum dibayar oleh pemerintah merupakan klaim sejak Oktober 2020 hingga saat ini.
"Tagihan pelayanan kesehatan yang belum dibayar mulai Oktober 2020, November, Desember, hingga Januari 2021. Sebenarnya klaim mendekati Rp 1 triliun ini bukan hanya tagihan rumah sakit swasta melainkan juga RS pemerintah hingga RS di daerah," kata Sekjen Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Iing Ichsan Hanafi saat dihubungi Republika, Rabu (27/1).
Ia menambahkan, total rumah sakit yang melayani pasien Covid-19, baik fasilitas kesehatan swasta dan RS pemerintah, hampir 2 ribuan. Dari angka itu, jumlah RS swasta yang melayani pasien terinfeksi virus ini sekitar 700-an.
Ia mengatakan, tunggakan klaim pelayanan kesehatan ini bisa menimbukan masalah pada penambahan tempat tidur sesuai permintaan Kementerian Kesehatan, pembelian obat, hingga pembayaran operasional RS. "Sekarang saja sudah tersendat tetapi kami tetap melayani pasien Covid-19 apalagi sekarang dalam kondisi antrean perawatan dan sulit memperoleh tempat tidur, jadi kami tetap melayani pasien. Kami wajib beri pelayanan kesehatan meski RS terganggu," katanya.
Karena itu, ARSSI berharap dana turun dan klaim bisa dibayar pada Februari 2021. Hal ini untuk membantu RS swasta agar optimal memberikan pelayanan kesehatan pasien Covid-19.
Kalau klaim belum dibayar hingga Februari 2021, ARSSI khawatir pembelian obat, dan perluasan tempat tidur RS bakal tersendat, serta gaji tenaga kesehatan bisa terganggu. Hal tersebut bakal berdampak pada pelayanan kesehatan yang tidak optimal.
Terkait alasan pemerintah bahwa ketidaksesuaian (dispute) antara klaim yang diajukan dengan dokumen yang dikirimkan dan aturan yang dipegang Kementerian Kesehatan (Kemenkes), ia mengatakan hal itu tidak sepenuhnya benar. Menurutnya, pihak RS sudah memperbaiki tagihan yang dispute ini.
Karena itu, RS meminta ada percepatan pembayaran klaim yang sempat dispute dan tagihan berjalan ini supaya RS terbantu. "Jadi campur ya, kalau semua dispute kan tagihannya tidak sebesar itu," ujarnya.
Direktur Utama Pertamedika, anak perusahaan PT Pertamina di bidang jasa layanan kesehatan, Fathema Djan Rachmat mengatakan, selama ini pembayaran klaim berjalan sangat baik. "Mungkin kalau ada keterlambatan di Januari ini karena kita memang memasuki tahun yang baru," katanya saat di konferensi virtual FMB9, Rabu (27/1).
Ia juga menjelaskan pembayaran klaim dilakukan Kemenkes, sedangkan verifikasinya melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dua pekan setelah verifikasi selesai, ia mengatakan, biaya pelayanan kesehatan dibayar 50 persen di muka.
Sebelumnya Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir mengaku pembayaran klaim selama ini berjalan lancar. "Kecuali kalau collecting verifikator, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ternyata menemukan ada kasus yang dispute atau ketidaksesuaian antara klaim yang diajukan dengan dokumen yang dikirimkan dan aturan yang kami pegang. Kemudian pihak rumah sakit diminta untuk melengkapi dokumen itu," ujarnya saat konferensi pers virtual FMB9, Rabu (27/1).
Selain itu, ia mengatakan, klaim yang masuk di akhir Desember 2020 membutuhkan proses verifikasi selama dua pekan atau 14 hari oleh BPJS Kesehatan. Pembayaran selama Desember juga belum bisa dibayarkan karena sudah akhir tahun dan Kemenkeu sudah tutup buku.
"Kemudian selama Januari 2021 kami belum melakukan pembayaran karena anggaran yang diajukan untuk pembayaran ini masih proses di Kemenkeu. Dengan demikian anggaran belum cair," katanya.
Namun, Kemenkes berjanji segera melakukan pembayaran setelah Kemenkeu mencairkan dana. Apalagi, dia menambahkan, pemerintah telah membayar klaim biaya perawatan medis Covid-19 sebesar hampir Rp 15 triliun mulai dari Maret 2020 hingga saat ini.
"Dana ini untuk membayar 1.683 rumah sakit (RS)," katanya.