REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya menilai revisi Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 menjadi agenda krusial untuk diselesaikan DPR RI pada 2021. Menurut dia, naskah RUU Pemilu yang merupakan usul inisiatif DPR RI sudah masuk di Baleg DPR dan sudah dibentuk Panitia Kerja (Panja) untuk membahasnya.
"RUU Pemilu ini adalah yang pertama pasca-reformasi yang diinisiasi DPR karena sebelumnya selalu menjadi inisiatif pemerintah. Saya menilainya ada semangat progresif dari para anggota DPR namun ini bukan hal yang mudah untuk dilalui," kata Willy dalam diskusi secara virtual Forum Denpasar 12 dengan tema "Asa Politik Indonesia 2021", Rabu (6/1).
Willy yang merupakan ketua Panja RUU Pemilu itu menjelaskan, ada enam poin krusial dalam RUU tersebut yang akan menjadi pembahasan intensif di internal Baleg. Pertama, menurut dia, keserentakan pemilu.
Ia mengatakan pelaksanaan keserentakan pemilu perlu belajar dari pelaksanaan Pemilu 2019 yang banyak catatan perbaikan. Misalnya, Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 menjadi yatim piatu dalam pelaksanaannya.
"Parpol yang mengusulkan calon presiden dan calon wakil presiden, kalau partai sibuk mengurus calon legislatif (caleg) lalu caleg sibuk mengurus dirinya sendiri, maka dalam konteks ini, pilpres menjadi yatim piatu. Lalu siapa yang mengurus pilpres sehingga politik kita seperti kehilangan ayah-ibu," ujarnya.
Kedua, menurut dia, terkait ambang batas parlemen dan mengajukan capres-cawapres. Indonesia tidak punya skema lain secara alamiah dan politis untuk melakukan pematangan dan konsolidasi demokrasi tanpa meningkatkan ambang batas.