REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menanggapi Maklumat Kapolri yang melarang menyebarkan informasi terkait Front Pembela Islam (FPI). Ia menegaskan, pers bekerja berdasarkan undang-undang. Apalagi maklumat ini juga dipermasalahkan oleh insan pers.
"Secara formal, baik berdasarkan uu nomor 12 tahun 2011 maupun undang-undang nomor 15 th 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tidak mencantumkan maklumat sebagai sumber hukum," kata Suparji dalam keterangan persnya, Sabtu (2/1).
Menurut Suparji, Pers, dalam bekerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Sehingga undang-undang tersebut yang menjadi dasar hukum oleh insan media. Ia juga menegaskan bahwa pers merupakan pilar demokrasi. Maka, keberadaannya haruslah dihargai. Namun, Suparji tetap menekankan bahwa narasi yang dibawa pers harus inspiratif.
"Pers penjaga demokrasi, keberadaanya dan kerjanya harus dilindungi. Pers juga harus membawa narasi inspiratif, tidak menyebarkan berita bohong dan provokatif," tuturnya.
Selain itu, Suparji juga menekankan bahwa sebuah Maklumat hendaknya proporsional dengan memperhatikan regulasi yang berlaku. Ia mewanti-wanti jangan sampai maklumat justru mendgradasi Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi. "Khususnya dalam menyampaikan maupun memperoleh informasi," tutup Suparji.