REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan Kapolri Idham Azis menerbitkan maklumat tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI) menuai prores dari berbagai pihak. Namun hingga saat ini, pihak Mabes Polri belum memberikan tanggapan atau respon terkait banyak protes terhadap maklumat tersebut.
Republika mencoba meminta tanggapan pihak Mabes Polri tapi hingga Sabtu (2/12) pukul 14.30 WIB belum ada tanggapan dari mereka. Terakhir Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menggelar konferensi pers untuk menyampaikan maklumat Kapolri Idham Azis terkait tindaklanjut pembubaran Ormas FPI oleh pemerintah. Maklumat itu bernomor Mak/1/I/2021 tersebut menuai polemik baru, karena dinilai terlalu berlebihan dan mengancam kebebasan pers.
"Salah satunya tak sejalan dengan semangat demokrasi yang menghormati kebebasan memperoleh informasi dan juga bisa mengancam jurnalis dan media yang tugas utamanya adalah mencari informasi dan menyebarluaskannya kepada publik," kecam Komunitas Pers yang diinisiasi Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S Depari, Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Hendriana Yadi dan lainnya.
Oleh karena itu Komunitas Pers mendesak Kapolri mencabut pasal 2d dari Maklumat itu. Karena mengandung ketentuan yang tak sejalan dengan prinsip negara demokrasi, tak senafas dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan Undang Undang Pers. Juga menghimbau pers nasional untuk terus memberitakan pelbagai hal yang menyangkut kepentingan publik seperti yang sudah diamanatkan oleh Undang Undang Pers.
"Isi maklumat itu, yang akan memproses siapa saja yang menyebarkan informasi tentang FPI, juga bisa dikategorikan sebagai "pelarangan penyiaran", yang itu bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang Undang Pers," ungkap Komunitas Pers.