Senin 28 Dec 2020 12:01 WIB

B117: Potensi Masuk ke RI dan Kemungkinan tak Terdeteksi PCR

Potensi varian baru virus corona masuk ke Indonesia dinilai besar.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andri Saubani
 Seorang pekerja medis dibantu oleh seorang kolega untuk menyemprotkan sarung tangan karet dengan disinfektan di lokasi uji virus Corona di Laboratorium Genomik Solidaritas Indonesia di Jakarta, Indonesia, Senin, 14 Desember 2020.
Foto: AP/Dita Alangkara
Seorang pekerja medis dibantu oleh seorang kolega untuk menyemprotkan sarung tangan karet dengan disinfektan di lokasi uji virus Corona di Laboratorium Genomik Solidaritas Indonesia di Jakarta, Indonesia, Senin, 14 Desember 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Santi Sopia, Sapto Andika Candra, Rahma Sulistya

Varian baru virus Corona kini tersebar di sejumlah negara seperti Inggris, Australia, hingga Singapura dan berpeluang masuk ke Indonesia. Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman menyebutkan, mutasi virus corona ini kemungkinan bisa mengganggu proses pemeriksaan secara Polymerase Chain Reaction (PCR).

Baca Juga

Direktur LBM Eijkman Amin Soebandrio membenarkan potensi adanya gangguan tes PCR untuk mendeteksi mutasi baru Corona disebabkan perubahan genetik yang terkandung dalam virus tersebut. Ia menjelaskan, tes PCR mendeteksi dua sampai tiga gen sekaligus.

"Salah satunya, mungkin ada yang diarahkan ke gen S-nya, artinya ada kemungkinan bisa mengurangi pengenalan primernya terhadap rangkaian gen di virus itu karena sudah ada perubahan. Artinya, ada kemungkinan, tetapi belum terkonfirmasi mengganggu diagnosis," katanya saat dihubungi Republika, Senin (28/12).

Ia menjelaskan, mutasi varian baru terjadi di spike protein. Sementara, tes PCR yang peka dan dapat mendeteksi spike protein, sel utama yang terkandung dalam virus Corona. Jika pada protein S tersebut terbukti berubah, Amin menilai ,tidak dibutuhkan reagen baru, hanya dibutuhkan penyesuaian tes untuk mendeteksi varian baru virus Corona, B117.

"Apabila ternyata mutasi itu mengubah kepekaannya, tentu harus dipertimbangkan untuk menyesuaikan dengan mutasi tadi," ujarnya.

Untuk itu, Amin menegaskan, pihaknya terus melakukan penelitian terhadap sejumlah mutasi-mutasi baru virus. Menurutnya ini penting dilakukan agar pemerintah bisa mengambil langkah cepat dan efektif untuk menekan laju penularan.

Selain gencar melakukan penelitian terhadap mutasi virus, Amin menuturkan, upaya Eijkman mendeteksi B117 pihaknya juga memantau penyintas Covid-19 lebih dari satu kali.

"Jadi kalau misalnya ada orang yang terinfeksi kedua kalinya atau anak-anak seperti kita ketahui informasinya mutant yang baru ini lebih mudah menginfeksi ke anak-anak kemudian setelah ada gambaran klinis yang berbeda itu, kita mesti utamakan dilihat apakah itu disebabkan virus varian baru atau bukan," katanya.

Sebelumnya, Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset Nasional (Menristek/BRIN) Bambang PS Brodjonegoro mengatakan varian baru virus corona yang ditemukan di Inggris wajib diwaspadai. Bambang mengatakan varian baru virus corona dapat menyulitkan untuk dideteksi melalui perangkat PCR. Menurut Bambang, perangkat PCR hanya melihat Gen Spike (Gen-S). Sedangkan virus corona varian baru ini dapat mengaburkan hasil Gen-S.

Ketua Satgas Covid-19 IDI, Prof. Zubairi Djoerban mengatakan varian baru corona N501Y memiliki tingkat infeksi lebih tinggi dan mudah menular 70 persen. Terutama kepada anak-anak ini sangat berpotensi besar masuk ke Indonesia.

“Potensi masuk Indonesia besar. Di Australia, Singapura sudah ada,” kata dokter yang akrab disapa Prof. Beri, Sabtu (26/12).

Lebih lanjut Prof. Beri menjelaskan lewat akun Twitter-nya, jumlah kasus aktif mencapai 100 ribuan dengan persentase 27,6 persen di Indonesia. Angka itu menurutnya tinggi sekali dan banyak rumah sakit yang kalang kabut. Bayangkan jika kasus menyentuh angka 200 ribuan atau dua kali lipat, maka akan sangat berat dan harus diiantisipasi.

“Saya tidak bermaksud bikin panik, tetapi mengingatkan karena begitulah situasinya. Tenaga medis pasti tahu betul kasus aktif pasti naik cepat atau lambat. Makanya mereka terus mengingatkan lewat berbegai media. Itu sah-sah saja, bukan panik atau pesimistik,” katanya.

Menurutnya, diperlukan sesegera mungkin menambah jumlah rumah sakit rujukan maupun tenaga medis serta obat yang dibutuhkan. Apalagi klaster liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) di depan mata.

Namun berbeda dengan Eijkman, Prof. Beri menilai, tes PCR tetap mampu mendeteksi varian baru corona, begitu juga vaksin yang hampir pasti mempan. Namun, ia yakin, vaksin Covid-19 nantinya tetap akan mampu untuk menjinakkan virus corona termasuk varian baru N501.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun tengah mempelajari strain varian baru virus ini. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengakui, pihaknya sudah mendengar adanya varian baru virus corona.

"Yang kami lakukan adalah kami meminta para ahli di Kemenkes untuk mempelajari strainnya karena harus dilakukan kajian secara saintifik," katanya saat konferensi virtual Kemenkes, Jumat (25/12) sore.

Ia menambahkan, pihaknya harus mengkonsultasikan masalah ini segera ke para ahlinya.

"Saya sudah minta teman-teman untuk berkonsultasi dengan ahli mikrobiologi kedokteran untuk bisa memastikan apa sebenarnya yang terjadi," ujarnya.

Budi meminta jangan ada penolakan atau langsung mentah-mentah menerima varian baru virus ini karena ini bersifat teknis kedokteran.

Di kesempatan yang sama, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengakui memang ada varian baru virus ini dan pihaknya kini sedang mempelajarinya.

"Kami bahkan membentuk tim untuk mempelajari kajian ini," ujarnya.

Pada Kamis (24/12), Satgas Penanganan Covid-19 menerbitkan addendum atau tambahan klausul di dalam Surat Edaran (SE) nomor 3 tahun 2020 tentang Pembatasan Perjalanan Selama Libur Akhir Tahun hingga 8 Januari 2021. Poin utama dari aturan tambahan ini adalah memperketat pengawasan kedatangan pelaku perjalanan dari Inggris, Eropa, dan Australia.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan tambahan aturan yang membatasi pergerakan orang dari luar negeri dilakukan karena temuan varian baru virus SARS CoV-2 di Inggris, yakni SARS CoV-2 VUI 202012/01. Varian baru dari virus corona itu telah membuat lonjakan kasus di Eropa, sehingga perlu ada pengetatan perjalanan untuk melindungi warga Indonesia.

Melalui addendum ini, WNA dari Inggris baik secara langsung atau transit di negara asing tidak dapat masuk wilayah Indonesia. Sementara itu, WNA dan WNI dari wilayah Eropa dan Australia serta WNI yang datang dari Inggris, baik secara langsung atau transit, masih bisa masuk ke Indonesia dengan syarat menunjukkan hasil negatif tes PCR di negara asal. Dokumen tes PCR yang dimaksud berlaku maksimal 2x24 jam sebelum jam keberangkatan.

Wiku menambahkan, apabila saat kedatangan di Indonesia hasil tes ulang PCR menunjukkan hasil positif, maka WNI akan diminta melakukan karantina selama lima hari terhitung sejak tanggal kedatangan. Isolasi mandiri akan dilakukan di tempat akomodasi karantina khusus yang disediakan oleh pemerintah.

"WNA melakukan karantina mandiri di hotel yang telah ditentukan oleh pemerintah dengan biaya mandiri. Khusus untuk kepala perwakilan asing dan keluarga yang bertugas di Indonesia karantina bisa dilakukan di kediaman masing-masing," ujar Wiku dalam siaran pers, Kamis (24/12).

Seperti diketahui, varian baru virus Corona ditemukan pertama kali di Inggris dan kini sudah menyebar sedikitnya ke 13 negara. Para ahli di Inggris, seperti dikutip the Sun, telah memperingatkan tes negatif bukanlah jaminan 100 persen bersih dari Covid.

Peneliti Senior Kesehatan Global di Universitas Southampton, Profesor Michael Head mengatakan, semua tes memiliki batasan.

“Tes laboratorium adalah yang paling akurat, tetapi mereka dapat melewatkan kasus terutama ketika orang tersebut telah terinfeksi dalam 2-3 hari terakhir. Tes cepat yang terbaru hanya memiliki akurasi sekitar 50 persen,” ungkap dia.

Profesor epidemiologi dari University of Wisconsin-Milwauke, Amanda Simanek mengatakan, masyarakat harus berhati-hati saat menggunakan tes untuk menentukan apakah bisa mengunjungi kerabat atau tidak selama masa liburan.

"Kita harus mengetahui bahwa hasil tes negatif bukan berarti tidak memiliki virus, itu hanya berarti virus tidak dapat dideteksi saat tes. Sangat mungkin bahwa tes apa pun tidak bekerja dengan baik, memberikan rasa aman yang palsu," ujar salah seorang profesor di mikrobiologi seluler, University of Reading, Dr Simon Clarke.

Dokter dari Sekolah Farmasi, Universitas Reading Dr Al Edwards mengatakan tes PCR sangat sensitif, dan seharusnya dapat mendeteksi apakah seseorang mengidap Covid atau tidak, bahkan di hari pertama mereka mengidapnya. “Namun, tes terbaik pun tidak berarti bisa menangkap setiap orang yang terinfeksi,” kata dia.

photo
Bagaimana virus corona bermutasi? - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement