Senin 28 Dec 2020 00:09 WIB

Virus Corona Jenis Baru: Ini Kata Ahli, WHO, dan Eijkman

Virus corona jenis baru ini menular 70 persen lebih cepat antarmanusia.

Rep: Tim Republika/ Red: Elba Damhuri
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan bahwa obat remdesivir tidak meningkatkan peluang kelangsungan hidup dalam kasus infeksi virus corona jenis baru (Covid-19).
Foto: Pixabay
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan bahwa obat remdesivir tidak meningkatkan peluang kelangsungan hidup dalam kasus infeksi virus corona jenis baru (Covid-19).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --- Ketika banyak negara masih berkutat mengendalikan virus corona, Inggris sudah berhadapan dengan jenis baru Covid-19. Varian baru SARS-Cov-2 ini bahkan diduga lebih menular dibanding versi sebelumnya.

Pemerintah Inggris telah mengumumkan strain baru dari SARS-CoV-2 yang menyebabkan infeksi penyakit Covid-19 hingga 70 persen lebih dapat ditularkan dibandingkan bentuk asli patogen.

Strain baru SARS-CoV-2 ini menyebar jauh lebih mudah di antara manusia sebagai hasil dari serangkaian mutasi yang telah diidentifikasi dalam kode genetik patogen. 

Namun, hal itu tidak diyakini menyebabkan Covid-19 yang lebih parah atau tingkat kematian yang lebih tinggi.

Patrick Vallance, kepala penasihat ilmiah Pemerintah Inggris, mengatakan, analisis menunjukkan, varian tersebut mengandung 23 perubahan genetik yang berbeda. 

Banyak di antaranya yang terkait dengan apa yang disebut protein 'spike' atau bagian dari virus yang bertanggung jawab untuk mengikat sel manusia.

Jerman, Kanada, Swedia, Italia, dan Singapura sudah mengumumkan masuknya virus corona varian baru ini. 

Singapura telah melaporkan pasien yang terinfeksi virus corona jenis baru ini adalah pelajar wanita berusia 17 tahun.

Bagaimana efektivitas vaksin yang saat ini sudah ditemukan?

Para ilmuwan percaya, vaksin sekarang ini akan efektif melawan strain corona itu. 

Ahli virologi Inggris terkemuka berbicara soal ini pada acara media sosial Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). 

Judith Breuer, profesor virologi di University College London, memimpin sebuah diskusi didampingi Jeffrey Barrett, direktur Covid-19 Genomics Initiative di UK Wellcome Sanger Institute, dan Frank Konings, seorang ahli laboratorium senior WHO.

"Kami tidak melihat ada yang berbeda pada virus ini dibandingkan dengan varian yang sudah beredar," kata Breuer. 

Breuer menegaskan, pihaknya tidak memiliki bukti bahwa virus ini berperilaku berbeda secara imunologis pada populasi.

"Jadi, kami pikir, vaksin akan bekerja dengan baik. Kami meluncurkan vaksinnya dan kami memantau dengan sangat hati-hati. Tetapi, sama sekali tidak ada sinyal bahwa virus ini berperilaku berbeda dengan varian di varian lainnya."

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement