Ahad 27 Dec 2020 09:45 WIB

Kisah Bung Hatta, PTPN VIII, dan Pesantren FPI

Tanah untuk rakyat dan kecerdasan bangsa

Sejumlah spanduk sambutan kedatangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab terpampang di sepanjang jalan menuju Markaz Syariah, Pesantren Alam Agrokultural, Mega Mendung, Kabupaten Bogor
Foto: Republika/Shabrina Zakaria
Sejumlah spanduk sambutan kedatangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab terpampang di sepanjang jalan menuju Markaz Syariah, Pesantren Alam Agrokultural, Mega Mendung, Kabupaten Bogor

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh -- Anwar Abbas, Pengamat Sosial Keagamaan*

Pada masa awal kemerdekaan ada kisah yang teladan yang menarik. Kala itu terjadi kala Bung Hatta ketika menyampaikan  keterangan pemerintah  tentang garis politiknya kepada badan  pekerja KNIP  tanggal  2 september  1948.

Sang proklamtor yang kala itu mendampingi Sukarno menjadi wakil presiden RI menyatakan begini: "milik tanah dalam republik indonesia berarti menerima suatu kewajiban  terhadap produksi dengan pedoman: menghasilkan  sebanyak-banyaknya untuk memperbesar kemakmuran rakyat."

Nah, bila saat itu banyak sekali 'tanah milik' (pribadi, apalagi negara) banyak  yang terlantar  dan tidak dikerjakan dengan baik, maka berarti suatu keteledoran dalam bernegara terhadap masyarakat. Hak miliknya itu harus diambil oleh negara.

Maka dalam soal pomelik kasus tanah atau lahan  Pesantren Markaz Syariah (MS) yang dikelola oleh Habib Rizieq  tanah dan lahan yang katanya memang berasal dari HGU PTPN VIII, semua harus dicermati dengan baik. Lahan ini sudah dimanfaatkan secara produktif oleh rakyat. Tak hanya satu hari, satu musim, atau satu tahun saja, tapi sudah mencapai puluhan tahun.

Dalam soal ini, karena telah dibiarkan begitu lama, maka pihak PTPN karena tidak mampu memproduktifkannya  telah melepaskan lahan itu kepada masyarakat. Dan oleh masyarakat sudah dipergunakan untuk kepentingan pertanian.

Pada masa sekarang, oleh Habib Rizieq tanah tersebut dibeli dari petani  untuk  mendirikan lembaga pendidikan berupa pesantren. Tujuan dari pendirian  pesantren tersebut oleh Habib Rizieq tentunya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Secara konstitusional secara jelas sekali tugas mencerdaskan kehidupan bangsa itu adalah terletak di pundak negara dan pemerintah. Oleh karena itu kehadiran Habib Rizieq dan atau yayasan yang dipimpinnya di atas tanah tersebut telah melaksanakan dua hal yang diamanati oleh negara.

Pertama Habib Riziek telah memproduktifkan lahan tersebut jadi berarti dia sudah ikut membantu menegakkan ketentuan negara/pemerintah.

Kedua: Habib Riziek telah membantu tugas negara/Pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Yang menjadi masalah sekarang PTPN yang ditugasi oleh pemerintah untuk mengurus tanah tersebut justru akan mengambil kembali tanah tersebut. Di sini penulis merasa boleh dan sah saja PTPN melakukan hal demikian.

Cuma yang menjadi masalah adalah Habieb Riziek  sudah menghabiskan dana yang besar untuk itu. Dia himpun pendirian dan pembangunan pesantren dari masyarakat dan dari diri dan keluarganya sendiri.

Untuk itu tentu etisnya PTPN memberikan ganti rugi kepada yayasan Habin Riziek tersebut dengan ganti rugi yang pantas.

Cuma yang menjadi pertanyaan bagi saya kalau tanah itu akan diambil kembali oleh PTPN , oleh PTPN lahan itu akan dipergunakan untuk apa ?

Bukankah dengan telah dibangunnya sekolah dan lembaga pendidikan di atasnya berarti Habib Riziek itu sudah melaksanakan tugas membantu negara dan pemerintah?

Oleh karena itu jika PTPN tidak dan atau belum akan memanfaatkannya dalam waktu dekat untuk sesuatu yang memang 'sangat-sangat penting' dan sangat urgen bagi bangsa ini, maka menurut saya untuk apa gunanya PTPN mengambilnya kembali karena apa yang dilakukan oleh Habib Riziek di atas tanah tersebut.

Sebab, bukankah sebenarnya Habib Riziek sudah sangat  membantu tugas negara/ pemerintah?

Untuk itu dalam hal yang seperti ini, maka di zaman awal kemerdekaan dahulu sudah ada kata-kata Bung Hatta yang sangat penting untuk kita perhatikan. Beliau  jelas mengatakan bila ada elemen masyarakat yang telah bekerja membantu tugas pemerintah maka wajiblah hukumnya bagi pemerintah untuk membantu mereka.

Jadi bila kasus ini  dikaitkan dengan konstitusi dan pernyataan Bung Hatta tersebut maka tindakan pemerintah yang benar dan yang paling tepat  menurut saya bukan mengambil kembali lahan tersebut. Melainkan, membantu lembaga pendidikan atau pesantren yang ada di atas tanah tersebut agar bisa  berjalan dengan lebih baik lagi.

Tujuannya jelas, membantu tugas pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bisa terbantu dan ini tentu sangat besar arti dan maknanya  bagi kehidupan bangsa ini kedepan.

Apalagi ini pun ada perkataan lain dari Bung Hatta  bila pendidikan itu merupakan  bagian sentral dari pembangunan. Ini karena disinilah sebenarnya terletak dan ditentukannya maju dan tidak majunya nasib sebuah bangsa.  

------

*Anwar Abbas, Pengamat sosial ekonomi dan keagamaan, Wakil ketua Umum MUI, Ketua PP Muhammadiyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement