Sabtu 19 Dec 2020 05:21 WIB

Dewan Sebut Persoalan Papua Masalah Keuangan dan Kewenangan

Jimmy Demianus Ijie melihat otsus ini ibarat cek kosong saja buat orang Papua.

Aliansi Mahasiswa Papua Barat (AMPB) menggelar aksi unjuk rasa mendukung Otonomi Khusus (Otsus Papua) di depan Istana Negara, Jakarta Pusat.
Foto: Eva Rianti
Aliansi Mahasiswa Papua Barat (AMPB) menggelar aksi unjuk rasa mendukung Otonomi Khusus (Otsus Papua) di depan Istana Negara, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua diklaim bisa menyejahterakan rakyat di provinsi paling timur Indonesia tersebut. Anggota DPR Dapil Papua Barat, Jimmy Demianus Ijie, menyebut, syarat keberhasilan adalah revisi otsus harus benar-benar menyentuh persoalan di Papua.

Hanya saja, pihaknya belum menerima draf revisi itu. "Memang kemarin dalam paripurna ibu Ketua DPR (Puan Maharani) menyampaikan sudah menerima surat dari Pak Presiden (Jokowi) terkait revisi UU Otsus Papua, tapi sebagai anggota DPR kami belum menerima drafnya,” kata Jimmy dalam webinar series#20 bertajuk 'Mampukah Revisi Otonomi Khusus Papua menjamin masa depan dan kesejahteraan Papua?' yang diadakan Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PKSP) di Jakarta, Jumat (18/12).

Jimmy menjelaskan, persoalan Papua bukan hanya masalah keuangan, tapi kewenangan. Dia mengaku, terus berteriak memperjuangkan masa depan masyarakat di daerah pemilihan (dapil)-nya. Menurut Jimmy, pemerintah dan rakyat Papua perlu berdiskusi dan duduk bersama membahas masalah revisi UU Otsus.

“Kami butuh kewenangan apakah pemerintah benar-benar menjadikan otsus ini sebagai solusi permasalahan rakyat Papua atau tidak? Itu yang saya lihat selama ini,” tutur Jimmy.

Pihaknya mengaku, melihat otsus ini ibarat cek kosong saja buat orang Papua. "Kekhususannya tidak jelas pelaksanaannya, katanya lex specialis, tapi kenyataannya lex generalis. Sebagai mantan ketua DPRD Papua Barat saya dua periode di sana, berkali-kali banyak hal kami bicarakan ke pusat tapi selalu mentok,” ucap Jimmy.

Dia menganggap, tidak heran apabila masyarakat Papua menganggap keberadaan otsus ini belum berdampak apa-apa. Jika ingin serius, Jimmy menyarankan pemerintah belajar dari Pemerintah Provinsi Bosano di Italia, dan Kepulaua Alan di Finlandia. Kedua negara itu disebut sukses menerapkan otsus bagi masyarakatnya.

“Bosano pernah mengalami seperti Papua, puluhan tahun mengalami otsus tidak berhasil, lalu negosiasi otsus selama 10 tahun tahun ke-11diberi referendum. Hasilnya mayoritas memilih tetap di Italia. Itu perlu menjadi contoh untuk Indonesia," kata Jimmy.

Kabsudit Provinsi Papua dan Papua Barat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Budi Arwan menjelaskan, persoalan revisi UU Otsus, tidak hanya membahas soal dana, namun juga tentang kewenangan. Kemendagri meminta masukan dari semua pihak baik resmi maupun tidak, informal dan formal. Hal itu sebagai masukan yang akan dilakukan Kemendagri ke depan.

"Kita berharap masukan detail dapat kita peroleh dari teman-teman pemerintah daerah oleh karena itu kita minta kepada gubernur DPRD serta MRP (Majelis Rakyat Papua) untuk memberikan masukan terkait apa yang dievaluasi selama ini mengenai kebijakan otsus seperti apa kedepan untuk diangkat di dalam pembahasan revisi UU 21," kata Budi.

Budi memaparkan, sebenarnya dampak positif dari kebijakan UU Otsus bagi indeks pembangunan manusia (IPM) di Papua terus meningkat. Meskipun memang efektivitasnya masih terus ditingkatkan, nyatanya IPM meningkat dari 6,29 poin menjadi 6,84 poin. Kemudian di Papua Barat, IPM dari 55,1 poin menjadi 64,7 poin. Lalu, adanya sarana kesehatan yang meningkat, rumah sakit, puskesmas, dan tenaga dokter.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement