REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Antara
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan akan menjadi penerima pertama vaksin Covid-19 di Indonesia. Suntikan pertama vaksin Covid-19 di Indonesia kepadanya diharap memberikan kepercayaan dan keyakinan kepada masyarakat bahwa vaksin yang digunakan aman.
“Saya juga ingin tegaskan lagi nanti saya yang akan menjadi penerima pertama divaksin pertama kali,” ujar Jokowi saat konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (16/12).
Presiden menegaskan, pemerintah juga akan memberikan vaksin Covid-19 kepada seluruh masyarakat secara gratis. Program vaksinasi yang akan diselenggarakan di Indonesia ini sama sekali tidak akan dikenakan biaya.
Hal ini diputuskan pemerintah setelah menerima berbagai masukan dari masyarakat serta melakukan kalkulasi ulang mengenai keuangan negara. “Dapat saya sampaikan bahwa vaksin Covid-19 untuk masyarakat adalah gratis. Sekali lagi gratis tidak dikenakan biaya sama sekali,” ujar Jokowi.
Presiden pun menginstruksikan seluruh jajaran kabinet Kementerian dan Lembaga, serta pemerintah daerah untuk memprioritaskan program vaksinasi pada tahun anggaran 2021. “Saya juga menginstruksikan dan memerintahkan kepada Menkeu untuk memprioritaskan dan merealokasi dari anggaran lain terkait ketersediaan dan vaksinasi secara gratis ini sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak mendapatkan vaksin,” jelas Jokowi.
Seperti diketahui, kebijakan pemerintah terkait penggratisan vaksinasi Covid-19 ini berbeda dari sebelumnya. Sebelumnya pemerintah telah menetapkan pembagian skema vaksinasi yakni pemberian vaksin secara gratis dan juga secara mandiri atau berbayar.
Presiden pun memerintahkan jajaran kementerian dan lembaga untuk memprioritaskan program vaksinasi pada tahun anggaran 2021. Jokowi juga memerintahkan kepada Menkeu Sri Mulyani untuk memprioritaskan dan merealokasi dari anggaran lain terkait ketersediaan vaksinasi gratis agar tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak dapat mengakses vaksin Covid-19.
Kebijakan ini berbeda dengan ketetapan pemerintah sebelumnya, yakni membagi program vaksinasi ke dalam dua skema. Pemerintah memang menargetkan ada 107 juta orang yang divaksinasi sepanjang 2020-2022. Skema vaksinasi dibagi dua, yakni 32 juta orang digratiskan dan 75 juta lainnya mengakses secara mandiri.
Bukan cuma Presiden Jokowi yang siap menjadi target pertama penerima vaksin Covid-19. Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng M Faqih, Senin (14/2) juga menyatakan dokter-dokter anggota IDI siap menjadi target pertama vaksinasi Covid-19. "Kalau Bapak Presiden menyampaikan sudah bersiap menjadi bagian yang pertama disuntik, IDI juga bersedia menjadi salah satu yang siap pertama dilakukan penyuntikan," kata Daeng.
Ia mengatakan bahwa IDI mendukung program vaksinasi yang akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mengendalikan penularan SARS-CoV-2, virus corona penyebab Covid-19. Dokter-dokter anggota IDI, ia mengatakan, siap menjadi penerima pertama suntikan vaksin Covid-19 yang penggunaannya sudah mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Daeng mengklarifikasi berita yang menyebutkan bahwa organisasinya menolak vaksinasi Covid-19. Ia mengatakan pemberitaan itu bisa mempengaruhi kepercayaan publik terhadap program vaksinasi pemerintah.
"Pemberitaan seperti itu akan berdampak pada program vaksinasi, karena masyarakat percaya betul pada dokter dan IDI. Kalau IDI saja menolak, apalagi masyarakat," kata dia.
Vaksinolog dan dokter spesialis penyakit dalam dr Dirga Sakti Rambe MSc SpPD mengatakan manfaat vaksinasi lebih banyak dibandingkan efek sampingnya. Dirga mengatakan, semua ada efek samping baik obat maupun vaksin.
"Namanya produk medis pasti punya efek samping. Tapi perlu diketahui manfaatnya jauh lebih besar dari pada efek sampingnya," kata Dirga.
Dia juga menjelaskan, efek samping dari vaksin mayoritas bersifat ringan. Efek samping biasanya hanya bersifat lokal kemerahan atau bengkak dibekas suntikan.
Namun ia tidak memungkiri bahwa vaksinasi juga berefek demam. Tapi deman tersebut merupakan tanda vaksin itu bekerja sehingga tidak perlu dikhawatirkan.
Vaksin bertahan di dalam tubuh tergantung dari jenis vaksin dan jenis penyakitnya, hal itu diketahui dari penelitian yang ada. Ada vaksin yang memberi perlindungan seumur hidup, atau ada yang beberapa tahun, tapi kekebalan biasanya baru muncul dua minggu setelah vaksinasi.
"Vaksin melatih sistem imunitas kita sehingga terbentuk antibodi. Tidak ada gejala tertentu, tapi sebagian bisa mengalami demam, kemerahan di bekas suntikan dan itu semua sifatnya ringan, wajar dan akan hilang dengan sendirinya," tambah dia.
Bagi yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid, perlu dilihat jenis vaksinnya. Misalnya vaksin influenza, pada orang-orang yang memiliki penyakit komorbid seperti jantung, ginjal, diabetes menurut Dirga justru dianjurkan untuk divaksin.
Dia mengatakan ada juga jenis-jenis vaksin lain yang tidak boleh diberikan pada kondisi tertentu. Hal itu perlu diketahui dari hasil penelitian dan jenis vaksinnya masing-masing.
Maka sebelum divaksin perlu dipastikan tubuh dalam kondisi sehat secara umum, namun tidak ada syarat spesifik bagi orang yang akan divaksinasi. Ia juga mengingatkan agar masyarakat tidak perlu ragu menjalani vaksinasi jika nanti vaksin Covid-19 telah beredar karena sudah mendapat izin edar dari BPOM yang sudah dipastikan keamanan dan efektivitasnya.
Pemerintah menargetkan bisa memberikan vaksin kepada 107 juta rakyat Indonesia. Belum ada kepastikan dari jumlah tersebut berapa banyak vaksin yang akan nantinya akan digratiskan dan bagaimana dengan kelanjutan vaksin mandiri atau bayar sendiri oleh masyarakat.
Meski sudah memiliki kemampuan dan pengalaman menggelar program vaksin nasional, vaksin bagi ratusan juta orang bukan perkara mudah. Bahkan untuk mencapai herd immunity dengan memvaksin 70 persen populasi atau sekitar 170-180 juta orang dibutuhkan bantuan teknologi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan pemerintah membutuhkan teknologi yang memadai untuk dapat melakukan vaksinasi kepada 180 juta penduduk Indonesia. Sri Mulyani menyatakan keberadaan teknologi yang memadai dibutuhkan dalam rangka memastikan vaksinasi yang dilakukan telah sesuai dengan target pemerintah.
“Bayangkan kalau lebih dari 180 juta orang akan divaksin dan mereka divaksinnya tidak sekali berarti kita akan membutuhkan sebuah teknologi,” katanya dalam acara virtual Indonesia Digital Conference.
Sri Mulyani menjelaskan nantinya teknologi tersebut digunakan untuk melalukan tracking terhadap orang yang akan dilakukan vaksinasi sebanyak dua kali melalui ketersediaan data. “Untuk tracking mereka yang divaksin selama dua kali dalam periode tertentu dan mengetahui keberadaannya by name, by NIK, by number supaya kita tahu,” ujarnya.
Oleh sebab itu, ia menuturkan fokus pemerintah saat ini adalah memastikan seluruh puskesmas di Indonesia telah terkoneksi dengan internet dan teknologi digital agar mendukung proses vaksinasi. Ia menjelaskan untuk tahun depan pemerintah akan mengakselerasi pembangunan Base Transceiver Station (BTS) untuk wilayah yang tertinggal akses internetnya yaitu lebih dari 12 ribu desa.
Sementara itu, anggaran yang disiapkan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk tahun depan melalui APBN 2021 adalah sebanyak Rp 29,6 triliun.
“Dampak spill over positive-nya akan luar biasa. Seluruh masyarakat bisa menggunakan infrastruktur ini. Kesempatan baru akan muncul dengan adanya infrastruktur digital yang terus dibangun pemerintah,” katanya.