REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus-Kejakgung) terus mendalami dugaan korupsi dalam pengelolaan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan (TK). Direktur Penyidikan Jampidsus Febrie Adriansyah mengatakan, ada dugaan penyimpangan dana investasi yang berujung korupsi dalam pengelolaan dana sosial untuk kelas pekerja tersebut.
“Ada pengaduan ke kita (Jampidsus), kalau investasi di BPJS Tenagakerja itu, kalau investasinya (diduga) menyimpang. Seperti kasus Jiwasraya,” kata Febrie saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Jakarta, pada Jumat (11/12).
Namun, dikatakan Febrie, ada modus dugaan korupsi yang berbeda. “Beberapa orang sudah kita periksa. Tetapi modusnya belum berani kita sampaikan,” ujar Febrie.
Karena, Febrie menerangkan, proses pengungkapan dugaan korupsi BPJS-TK saat ini masih dalam tahap penyelidikan. “Kita belum tingkatkan ke (tahap) penyidikan. Yang pasti, saat ini kita pertanyakan itu investasinya kemana saja. Besarannya berapa. Dan nilainya saat ini sudah berapa. Karena, ada pengaduan di kita, kalau investasinya itu menyimpang,” katanya.
Jampidsus Ali Mukartono menambahkan, pihkanya menunggu hasil penyelidikan satgas terkait pengungkapan dugaan penyimpangan investasi BPJS-TK. Karena Ali mengatakan, setelah adanya pelaporan dan proses penyelidikan, ia belum menandatangani surat perintah penyidikan untuk pemajuan kasusnya.
“Dugaan di BPJS Ketenagakerjaan itu, masih dalam telaah. Apakah memang ada pidana (korupsi) di situ untuk bisa atau tidak dilanjutkan kasusnya ke penyidikan,” ucap Ali, di Gedung Pidsus, Kejakgung, Jumat (11/12).
Akhir Desember 2019, BPJS-TK mencatatkan jumlah dana peserta BPJS-TK mencapai Rp 413 triliun. Dana tersebut, berasal dari 52 juta peserta tenaga kerja, atau sekitar 59 persen dari total populasi tenaga kerja di seluruh Indonesia.
BPJS-TK, dalam pengelolaannya, menginvestasikan dana tersebut ke dalam instrumen-instrumen investasi. Seperti surat utang, deposito, maupun saham, dan reksa dana, serta investasi ke dalam bentuk penanaman modal di bidang properti dan lain-lain.
Adapun kasus Jiwasraya, juga menyangkut dengan penyimpangan pengelolaan dana nasabah asuransi yang sebagian kasusnya sudah mendapatkan vonis di PN Tipikor, Jakarta. Dalam kasus tersebut, dikatakan, negara mengalami kerugian senilai Rp 16,8 triliun sepanjang 2010-2018. Kerugian tersebut, lantaran adanya penyimpangan dalam penanaman investasi dana nasabah ke dalam instrumen-instrumen saham, dan reksadana yang tak liquid atau merugikan.