Kamis 10 Dec 2020 15:44 WIB

Polisi Siap Tangkap Habib Rizieq Shihab

Rizieq Shihab ditetapkan tersangka pelanggaran tindak pidana protokol kesehatan.

Habib Rizieq Shihab telah ditetapkan sebagai tersangka dari insiden kerumunan massa di Petamburan, Jakarta Pusat. Polda Metro Jaya siap menangkap Habib Rizieq meskipun secara terpaksa.
Foto: republika
Habib Rizieq Shihab telah ditetapkan sebagai tersangka dari insiden kerumunan massa di Petamburan, Jakarta Pusat. Polda Metro Jaya siap menangkap Habib Rizieq meskipun secara terpaksa.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Djoko Suceno, Zainur Mahsir Ramadhan, Febrianto Adi Saputro, Antara

Polda Metro Jaya telah menetapkan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab tersangka. Sikap Rizieq yang tidak kooperatif karena tidak pernah menghadiri satu pun panggilan pemeriksaan dari Polda Metro Jaya.

Baca Juga

Polda Metro Jaya pun siap menangkap Rizieq Shihab setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana protokol kesehatan. "Polisi siap tangkap Rizieq," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus, Kamis (10/12).

Yusri mengatakan upaya penangkapan itu merupakan salah satu kewenangan Polri yang diatur sesuai Undang-Undang. "Kita akan mengenakan upaya paksa yang dimiliki Polri sesuai perundang-undangan. Apa upaya paksanya? Pemanggilan atau penangkapan," tambahnya.

Selain Rizieq Shihab, Polda Metro Jaya telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus pelanggaran protokol kesehatan di hajatan Rizieq. Lima tersangka lainnya adalah ketua panitia akad nikah, HU, sekretaris panitia akad nikah, A, penanggungjawab bidang keamanan, MS, penanggung jawab acara akad nikah SL, dan kepala seksi acara akad nikah, HI.

Yusri menjelaskan Rizieq dijerat Pasal 160 dan 216 KUHP. Pasal 160 KUHP tentang Penghasutan untuk Melakukan Kekerasan dan Tidak Menuruti Ketentuang Undang-undang, dengan ancaman enam tahun penjara atau denda Rp 4.500.

Sedangkan, Pasal 216 ayat 1 KUHP tentang Menghalang-halangi Ketentuan Undang-undang. Ancamannya, pidana penjara empat bulan dua minggu atau denda Rp 9.000.

Sementara lima tersangka lainnya dikenakan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Ancamannya, kurungan satu tahun atau denda Rp 100 juta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menjatuhkan denda kepada Rizieq Shihab sebesar Rp 50 juta akibat melanggar protokol kesehatan dalam acara tersebut.

Sementara itu, hari ini juga Polda Jabar memastikan Habib Rizieq Shihab tak hadir dalam panggilan pertama pemeriksaannya sebagai saksi terkait kerumunan di Megamendung, Kabupaten Bogor. Ketidakhadiran Rizieq disampaikan Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Erdi Chaniago.

‘’Pengacara (Rizieq Shihab) menyampaikan kepada penyidik dalam bentuk surat bahwa bapak HRS tidak bisa hadir dengan alasan masih kelelahan,’’ kata dia.

Erdi mengatakan, penyidik akan melayangkan surat panggilan kedua untuk Rizieq. Surat panggilan kedua itu akan disampaikan secepatnya kepada yang bersangkutan. ‘’Kapan surat panggilan kedua akan dikirimkan kita belum bisa memastikan. Yang jelas secepatnya akan kita kirimkan,’’ ujar dia.

Penembakan Laskar

Kasus penembakan enam orang laskar khusus FPI atau pengawal Habib Rizieq Shihab oleh petugas Polda Metro Jaya juga terus menjadi bahan pengusutan. Salah satunya oleh Komnas HAM.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menegaskan, telah bekerja sejak Senin lalu menyoal penembakan enam laskar FPI. Menurut dia, sejauh ini Komnas HAM juga sudah meminta keterangan dari berbagai saksi dan FPI sendiri, untuk selanjutnya diverifikasi pada kepolisian. ‘’Juga telah melakukan cek ke lapangan,’’ ujar dia ketika dikonfirmasi Republika, Kamis (10/12).

Dalam berbagai penyelidikan itu, ia mengaku jika timnya semakin membuat detail peristiwa dugaan penembakan terhadap enam laskar semakin jelas. Hal serupa juga ditegaskan Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara. Namun menurut dia, detail dari temuan itu belum bisa disebutkan secara terbuka.

‘’Tapi, bahwa kami mulai menemukan titik terang mengenai kronologi peristiwa dan apa saja yang ada dalam rentang waktu kejadian,’’ tuturnya.

Dia tak menampik, selama tiga hari terakhir, Komnas HAM memang jadi perhatian sebagai sasaran kemarahan dan harapan berbagai pihak. Ia menegaskan, sejauh ini Komnas HAM tidak mengabaikan peristiwa meninggalnya enam orang laskar FPI, penembakan Pendeta Yeremia Zanambani maupun teror di Sigi.

‘’Untuk ketiga peristiwa tersebut Komnas membentuk tim pemantauan dan penyelidikan. Semuanya turun langsung ke lokasi atau TKP, ketemu para pihak, keluarga korban dan mengumpulkan bukti-bukti,’’ ungkap dia.

Namun demikian, ada perbedaan mencolok dari tiga kejadian tersebut. Menurutnya, peristiwa di Papua dan yang terjadi pada FPI, terduga pelakunya adalah aktor negara.

‘’Perlakuannya berbeda, Papua dan FPI dianalisa dengan UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, teror di Sigi memakai UU Tindak Pidana Terorisme,’’ jelasnya.

Ia mengakui, untuk peristiwa meninggalnya enam orang anggota FPI, belum ada kesimpulan dan rekomendasi apapun. Hal itu, karena tim pemantauan dan penyelidikan Komnas masih dalam posisi mengumpulkan keterangan dan bukti, serta keterangan dan verifikasi dari Kepolisian.

Upaya menuntut keadilan dari tewasnya enam anggota laskar FPI dilakukan pula oleh keluarga korban. Hari ini keluarga korban mendatangi Komisi III DPR. Kakak kandung korban Khadafi, Anandra, mengaku prihatin dan bersedih saat mengetahui salah satu anggota keluarganya menjadi salah satu korban tewas dalam peristiwa tersebut.

"Kenapa hal ini terjadi sangat brutal, sedangkan anak-anak kami korban ini tidak memiliki kesalahan, tidak ada kesalahan tapi kenapa harus seperti itu, hal itu benar-benar tidak manusiawi, seperti binatang, seperti burung yang ditembak di udara," kata Anandra dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi III DPR, Kamis (10/12).

Dia juga menegaskan adiknya tidak pernah membawa senjata api. Ia mempertanyakan kepemilikan senjata yang selama ini dituduhkan kepolisian kepada korban. Dia juga mengaku keberatan dengan adanya fitnah yang dialamatkan kepada korban.

"Kami mohon, anak-anak kami sudah dibunuh, sudah dibantai masih saja difitnah, itu sangat keji," ungkapnya.

Sementara ayah dari Lutfil Hakim, Danuri mengatakan bahwa peristiwa tersebut bentuk kebiadaban aparat penegak hukum. Dirinya menuntut perlakuan adil dari negara terkait peristiwa tersebut.

"Mudah-mudahan bisa terungkap semua apa yang dilakukan yang membunuh anak saya ini, intinya saya cuma minta keadilan," ungkap Danuri.

Paman dari Andi Oktiawan, Umar juga meminta agar para korban yang tewas dalam peristiwa tersebut tidak difitnah. Menurutnya peristiwa tersebut sudah jelas bentuk pembantaian dan bukan merupakan rekayasa. "Sudah jelas saya lihat semuanya ini pembantaian dan penyiksaan. saya mohon nanti dari pihak-pihak diusut semuanya sampai ke akar-akarnya," tegasnya.

Kakak kandung Muhamad Reza, Septi juga menyampaikan keprihatinannya atas peristiwa yang menimpa adiknya. Dirinya juga menegaskan bahwa adiknya tidak pernah membawa senjata. "Saya minta seadil-adilnya, nyawa dibayar nyawa," ucapnya.

Sementara itu kuasa hukum keluarga korban Achmad Michdan mendesak agar dibentuk tim investigasi untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Ia juga meminta agar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam tim investigasi tersebut.

"Kita minta bukan seperti hanya Komnas HAM ya yang langsung  melakukan reaksi tapi LPSK juga kita minta untuk berperan aktif supaya tidak liar informasi-informasinya sehingga masyarakat secara luas bisa mendapatkan informasi yang objektif, transparan," tuturnya.

photo
Habib Rizieq Shihab - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement