Jumat 27 Nov 2020 00:07 WIB

KPK Diminta Usut Perusahaan Penerima Izin Ekspor Lobster

Setidaknya ada sembilan perusahaan yang melakukan ekspor benih lobster.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Indira Rezkisari
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dengan mengenakan rompi tahanan berjalan menuju tempat konferensi pers usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta.
Foto: Prayogi/Republika
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dengan mengenakan rompi tahanan berjalan menuju tempat konferensi pers usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia telah resmi menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan sebagai tersangka dugaan suap ekspor benih lobster. Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA) pun meminta KPK untuk menelusuri para perusahaan yang menerima izin ekspor benih lobster.

Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati mendesak KPK untuk melakukan penyelidikan dan pengusutan lebih dalam kepada sejumlah perusahaan yang telah melakukan ekspor benih lobster berdasarkan izin yang telah diberikan oleh Edhy Prabowo.

Baca Juga

“Setidaknya telah ada sembilan perusahaan yang telah melakukan ekspor benih lobster per Juli 2020, yaitu CV Setia Widara, UD Samudera Jaya, CV Nusantara Berseri, PT Aquatic SSLautan Rejeki, PT Royal Samudera Nusantara, PT Indotama Putra Wahana, PT Tania Asia Marina, PT Indotama Putra Wahana, dan PT Nusa Tenggara budidaya,” kata Susan, Kamis (29/11).

Susan mempertanyakan, jika PT Dua Putra Perkasa Pratama telah terbukti memberikan suap kepada Edhy Prabowo sebanyak 100 ribu dolar AS atau setara Rp 1,41 miliar. "Maka bagaimana dengan sembilan perusahaan lain yang telah melakukan ekspor benih lobster? Apakah mereka tidak melakukan hal yang sama?” tanyanya.

“Jika kesembilan perusahaan praktik gratifikasi dengan nominal yang sama kepada Edhy, maka setidaknya Edhy telah menerima uang lebih dari 10 miliar,” sambung Susan.  

Bagi Susan, mekanisme pemberian izin ekspor bagi 9 perusahaan ini, wajib diselidiki terus oleh KPK. “KPK jangan hanya berhenti pada kasus ini. Perlu pengembangan dan penyelidikan lebih lanjut supaya kasus ini terang benderang dan publik memahami betul duduk perkaranya,” ujar Susan

Ia menambahkan, pemberian izin ekspor benih lobster sudah bermasalah sejak awal, khususnya ketiadaan transparansi dan akuntabilitas. Ombudsman Republik Indonesia (ORI) pernah mengingatkan dalam kebijakan pemberian izin ekspor lobster ini terdapat banyak potensi kecurangan. Bahkan, ORI menyebut bahwa izin ekspor benih lobster itu bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia.

“Sayangnya, Edhy Prabowo tidak mendengarkan penilaian tersebut,” ungkap Susan melalui pesan singkatnya.

Selain Edhy, ada 6 orang lainnya yang turut ditetapkan sebagai tersangka, 1 di antaranya adalah pemberi suap.   Mereka adalah Staf Khusus Edhy Prabowo, Safri Muis, pengurus PT Aero Citra Kargo, Siswadi, staf istri Menteri KP, Ainul Faqih, Amiril Mukminin, Stafsus Edhy, Andreau Pribadi Misanta, dan Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito.

Berdasarkan laporan KPK,  Edhy Prabowo menerima suap dari Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama, Suharjito. Tujuannya agar perusahaan Suharjito ditetapkan sebagai eksportir benih lobster melalui forwarder, PT Aero Citra Kargo (PT ACK).  Perusahaan ini merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy Prabowo sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Sehingga, sejumlah perusahaan eksportir benih lobster harus menggunakan jasa PT ACK dengan tarif Rp 1.800 per benih.

Perusahaan-perusahaan yang berminat kemudian mentransfer uang kepada PT ACK dengan total Rp 9,8 miliar. Uang tersebutlah yang diduga kuat, dijadikan suap untuk Edhy Prabowo diberikan. Berdasarkan temuan KPK, Edhy menerima Rp 3,4 miliar dari PT ACK beserta 100 ribu dolar AS atau setara Rp 1,41 miliar dari Suharjito. Sehingga, total yang ia terima sebesar Rp 4,8 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement