Rabu 25 Nov 2020 15:22 WIB

Edhy Terjerat Kebijakannya Sendiri Soal Ekspor Benih Lobster

Edhy menilai ekspor benih lobster tidak hanya melibatkan korporasi tapi juga nelayan.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo
Foto:

Lembaga Pemerhati Lingkungan, Blue Green Indonesia menilai wacana Edhy membuka kembali keran ekspor benih lobster dan mencabut Peraturan Menteri KP Nomor 56/2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.), dan Rajungan (Portunus Spp.) dari Wilayah Republik Indonesia, terlalu tergesa-gesa. Ketua Umum Blue Green Indonesia Dian Sandi Utama mengatakan, semestinya Edhy memperbanyak kunjungan ke beberapa daerah terlebih dahulu menemui para nelayan dan masyarakat yang bergerak di bidang budidaya agar apa yang akan diwacanakannya tidak menjadi kontroversi seperti sekarang ini.

"Wacana keputusan ini sangat jauh dari ekspektasi kami terhadap Pak Edhy sebenarnya," ujar Dian.

Dian mengatakan sebaiknya kebijakan pelarangan ekspor benih lobster tetap dipertahankan, kemudian Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong  tumbuhnya percepatan industri budidaya dalam negeri.

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) sudah merasa ada kejanggalan sejak mundurnya Zulfikar Mochtar dari Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada Juli lalu. Sekretaris Jenderal Kiara Susan Herawati menilai keputusan mundurnya Zulficar tak lepas dari sejumlah kebijakan yang diambil Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

"Kami mengkhawatirkan ada visi yang dianggap tidak sejalan dan tentu KKP harus babat hambatan mereka. Salah satunya ya mencabut orang-orang yang dianggap pro terhadap Permen (Peraturan Menteri) 71," ujar Susan.

Susan menilai pengunduran diri Zulfikar Mochtar tidak terjadi di ruang kosong. Menurut Susan, ada persoalan serius di KKP sehingga sosok seperti Zulfikar memutuskan mengundurkan diri. Susan menduga keputusan mundurnya Zulfikar sangat terkait dengan sejumlah kebijakan yang telah, tengah, dan akan dikeluarkan Edhy, khususnya kebijakan izin ekspor benih lobster sebagaimana terlampir dalam Peraturan Menteri KP No. 12 Tahun 2020, rencana revisi Permen 71 Tahun 2016 yang akan mengizinkan kembali penggunaan alat tangkap merusak semacam cantrang. Sebagaimana diketahui, kebijakan ekspor benih lobster dan Permen 71 Tahun 2016 ada di bawah tanggung jawab Dirjen Perikanan tangkap.

"Mundurnya Dirjen Perikanan Tangkap KKP RI di tengah lahirnya kebijakan izin ekspor benih lobster dan rencana revisi Permen 71 Tahun 2016 merupakan perlawanan Zulfikar terhadap kebijakan Menteri KP. Ini pukulan telak bagi Edhy Prabowo," ucap Susan.

Susan menyampaikan keterkaitan pengunduran diri Zulfikar, khususnya dengan izin ekspor benih lobster, sangat terang dan dapat dilihat publik. Pasalnya, dalam proses ekspor benih lobster pada 12 dan 17 Juni 2020 lalu, Zulficar tidak dilibatkan. Dengan mundurnya Zulfikar, Susan mendesak Edhy mencabut Permen No. 12 Tahun 2020 dan tidak melakukan revisi terhadap Permen 71 Tahun 2016 yang melarang penggunaan alat tangkap merusak. Susan menambahkan pengunduran diri Zulfikar sebagai penanda kebijakan ekspor benih lobster di lingkaran inti Edhy tidak mendapatkan dukungan yang sangat kuat.

photo
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengambil gambar jalannya rapat kerja dengan Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11/2019). - (Antara/Indrianto Eko Suwarso)

"Kebijakan ekspor benih lobster serta praktik ekspornya penuh dengan masalah, tidak didukung masyarakat luas dan tidak didukung lingkaran A1 Menteri Kelautan dan Perikanan. KKP sudah tidak sehat sejak menteri baru, makanya tekanan kami ya reshuffle, kalau tidak, habis semua laut kita," kata Susan.

Derasnya kritikan tak mengendurkan semangat Edhy untuk tetap mencabut larangan ekspor benih lobster. Edhy tak menampik wacana pencabutan kebijakan larangan ekspor benih lobster menuai polemik. Kendati begitu, dia mengaku tidak mempermasalahkan hal tersebut. Hal ini dia katakan saat "Temu Stakeholders Pendidikan dan Bisnis Kelautan dan Perikanan" di Ballroom Gedung Mina Bahari 3, Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Senin (16/12). 

Edhy mengungkapkan besarnya potensi lobster dalam negeri, di mana Indonesia dikenal sebagai penghasil benih lobster terbanyak di dunia. Edhy berpikir mengapa Indonesia tidak melakukan pembesaran benih lobster sendiri. 

"Kalau budidaya ada pembiakannya. Sekarang penelitian baru 30 hari sampai 40 hari lalu mati. Kalau 1 hari sampai 30 hari sudah ada ujinya, berarti ada upaya hingga dia bisa menjadi besar," lanjutnya. 

Edhy menyebut sejumlah tempat di Indonesia yang dikenal sebagai penghasil benih lobster terbesar, mulai dari Pulau Jawa hingga yang ada di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Edhy akan menginventarisir segala macam kendala dalam mewujudkan budidaya benih lobster dengan menggandeng kementerian atau lembaga terkait. 

Edhy menilai sektor benih lobster menyimpan potensi besar. Sembari terwujudnya program budidaya, Edhy mengingatkan ada masyarakat yang selama ini hidupnya bergantung pada penangkapan benih lobster ini. Edhy menambahkan, untuk membesarkan benih lobster membutuhkan infrastruktur yang memadai.

"Sambil menunggu ini, kita kasih kuota (ekspor) sampai waktu tertentu boleh ekspor. Banyak komoditas lain yang dilakukan seperti itu, pasir besi, nikel," kata Edhy. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement