Sabtu 21 Nov 2020 10:19 WIB

KPAI Minta Siapkan Infrastruktur Jelang Sekolah Tatap Muka

Jika sekolah belum penuhi infrastruktur dan prokes, pembukaan sekolah diminta tunda

Red: Nur Aini
Sejumlah siswa mengikuti pelajaran tatap muka di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Mujahidin Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Selasa (10/11/2020). Sekolah tersebut mulai menerapkan pelajaran tatap muka selain belajar daring dengan membuat bilik transparan di setiap meja, membatasi jumlah siswa di dalam kelas dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Foto: Antara/Adiwinata Solihin
Sejumlah siswa mengikuti pelajaran tatap muka di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al Mujahidin Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Selasa (10/11/2020). Sekolah tersebut mulai menerapkan pelajaran tatap muka selain belajar daring dengan membuat bilik transparan di setiap meja, membatasi jumlah siswa di dalam kelas dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah fokus mempersiapkan infrastruktur dan protokol menjelang rencana pembukaan sekolah pada semester genap Tahun Ajaran 2020/2021.

"Pemerintah daerah dan pemerintah pusat berfokus pada persiapan infrastruktur, protokol kesehatan/SOP, sosialisasi protokol/SOP, dan sinergi antara dinas pendidikan dengan Dinas Kesehatan serta Gugus Tugas Covid-19 di daerah. Jika sekolah belum mampu memenuhi infrastruktur dan protokol/SOP maka tunda dulu buka sekolah," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti melalui keterangan pers di Jakarta, Jumat (20/11).

Baca Juga

Pada 20 November 2020, pemerintah kembali merelaksasi Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri dengan membolehkan pembukaan sekolah di semua zona dengan kewenangan izin dan pelaksanaan diserahkan kepada pemda. Alasan pemberian izin diserahkan kepada pemda karena daerah lebih memahami kondisi wilayahnya sendiri. Bahkan biaya penyiapan infrastruktur dan tes usap untuk pendidik dan tenaga kependidikan juga diserahkan pada APBD.

“Menyerahkan kepada pemerintah daerah tanpa berbekal pemetaan daerah dan sekolah yang dapat dikategorikan siap dan belum siap, menurut saya bentuk lepas tanggungjawab," katanya.

Daripada menyerahkan kewenangan kepada pemda, KPAI menyarankan pemerintah pusat untuk lebih menyiapkan pembangunan sistem informasi, komunikasi, koordinasi dan pengaduan yang terencana dengan baik sehingga pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat bersinergi melakukan persiapan buka sekolah dengan infrastruktur dan protokol kesehatan/SOP adaptasi kebiasaan baru (AKB) di sekolah. Dengan demikian, tugas dan tanggung jawab dalam melindungi anak-anak demi kepentingan terbaik bagi anak di masa pandemi dapat terwujud, karena pembukaan sekolah bukan hanya berpedoman pada separuh jumlah siswa dan protokol 3M, tetapi perlu juga menyiapkan infrastruktur AKB, biaya tes usap, dan uji coba kepatuhan seluruh warga sekolah terhadap protokol kesehatan.

"Kalau APBD tidak mampu membiaya bagaimana? Apa kita biarkan sekolah berpotensi kuat menjadi klaster baru?" katanya.

Retno menyarankan beberapa rekomendasi, antara lain mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk lebih fokus pada penyiapan infrastruktur, protokol kesehatan, sosialisasi protokol dan mengutamakan sinergi antara Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan serta Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 di daerah. Jika sekolah belum mampu memenuhi persiapan tersebut, maka ia menyarankan pembukaan sekolah ditunda terlebih dahulu.

Pemerintah pusat dan daerah juga didorong untuk mulai mengarahkan politik anggaran ke pendidikan, terutama persiapan infrastruktur pembukaan sekolah untuk mencegah kemungkinan sekolah menjadi kluster baru penularan Covid-19.

"Menyiapkan infrastruktur AKB di sekolah membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu butuh dukungan dana dari pemerintah. Kalau daerah belum siap, maka tunda dahulu buka sekolah, meskipun di daerah itu zonanya hijau," katanya.

KPAI juga mendorong tes usap bagi seluruh pendidik dan tenaga kependidikan dengan biaya dari APBD dan APBN sebalum memulai pembelajaran tatap muka di sekolah. Tes usap untuk peserta didik dapat dilakukan secara acak, tetapi biayanya tidak hanya dibebankan pada APBD tetapi juga APBN Tahun Anggaran 2020/2021.

Sepanjang pengawasan yang dilakukan KPAI, mereka menemukan bahwa setiap kali status zona berubah, maka sistem buka tutup sekolah juga terjadi berkali-kali. Untuk itu, KPAI mendorong agar pembukaan sekolah tidak ditentukan status zona, tetapi lebih ditentukan oleh kesiapan semua pihak.

"Daerah siap, sekolah siap, guru siap, orang tua siap dan siswa siap, kalau salah satu tidak siap, maka tunda buka sekolah meskipun zonanya berstatus hijau," katanya.

KPAI juga mendesak Dinas Pendidikan untuk memerintahkan kepada seluruh Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di tingkat sekolah untuk memilih materi-materi yang akan diberikan saat pembelajaran tatap muka (PTM) dan PJJ, karena siswa akan masuk bergantian.

"Sebaiknya materi PTM adalah materi dengan tingkat kesulitan tinggi dan membutuhkan bimbingan guru secara langsung, sedangkan materi PJJ adalah materi yang anak bisa belajar secara mandiri. Kepala sekolah harus memastikan itu di dalam supervisi. Kalau MGMP dan sekolah belum siap, maka tunda buka sekolah," kata Retno.

KPAI juga merekomendasikan pemda dan sekolah tidak langsung melakukan PTM dengan separuh jumlah siswa, tetapi disarankan untuk memulai uji coba PTM dengan sepertiga siswa, baik siswa SMA/SMK/SMP dimulai dari kelas paling atas. Jika peserta didik patuh pada protokol kesehatan, maka bisa dilakukan penyelenggaraan simulasi pembukaan sekolah untuk siswa di kelas bawahnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement